PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Kesehatan
jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa
bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu
hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan
sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima
orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap
diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Menurut
Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii
Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global
bagi setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya
kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai
sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang
mempunyai kemampuan yang sama untuk menyusuaikan dengan berbagai
perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina
Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus
meningkat. Pada
study terbaru WHO di 14
negaramenunjukkanbahwapadanegara-negaraberkembang, sekitar 76 – 85 %
kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama
(Hardian, 2008). Masalah
kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian
tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.Dari
150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data
DepartemenKesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalamigangguan
mental emosional. Sedangkan 4 % dar ijumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini.
Krisisekonomidunia
yang semakinberatmendorongjumlahpenderitagangguanjiwa di dunia, dan
Indonesia khususnyakianmeningkat, diperkirakansekitar 50 jutaatau 25%
darijutapenduduk Indonesia mengalamigangguanjiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Angka kejadian Schizophrenia paranoid di RS. Jiwa Soeharto Heerdjan di ruangan kenanga pada tahun 2012
Sehubungan
dengan hal tersebut diatas peran dan fungsi perawat sangatlah penting
dalam hal memperbaiki derajat kesehatan khususnya mengatasi masalah
penyakit Halusinasi Pendengaran. Dalam hal pelaksanaan asuhan
keperawatan meliputi aspek promotif ( memberikan penyuluhan kesehatan
untuk meningkatkan status kesehatan ), preventif ( untuk mencegah atau
mengontrol halusinasi antara lain menutup kedua telinga dan mengatakan
pergi...., pergi.....,) kuratif ( memperhatikan dan mengatur klien untuk
minum obat), dan rehabilitatif ( Dokter, Perawat dan peran serta
keluarga agar lebih memperhatikan dalam perbaikan fisik dan perawatan
diri yang optimal ). Dari
data dan alasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus “
Asuhan Keperawatan pada klien Nn, R dengan Gangguan Sensori persepsi :
halusinasi pendengaran diruangan kenanga RS JIWA Dr. Soeharto Herdjan
Jakarta”.
B. Tujuan Penulisan.
1. Tujuan umum.
Untuk
mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien
dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang
Kenanga RSJiwa Dr soeharto heerdjan Jakarta Barat.
2. Tujuan Khusus.
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
b. Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi.
c. Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
d. Melakukan tiundakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
f. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
g. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis dapatkan.
C. Ruang Lingkup.
Pada
penulisan makalah kelompok hanya membatasi ruang lingkup masalah yaitu “
Asuhan keperawatan pada Nn. R dengan Gangguan Sensori persepsi :
halusinasi pendengaran ” di ruangan kenanga Rumah Saki Jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan jakarta dari tanggal 7 – 17 januari 2013.
D. Metode Penulisan.
Dalam
penulisan makalah ini kelompok menggunakan metode deskriptif, dimana
kelompok hanya memaparkan data yang sesungguhnya pada kasus. Untuk
menggali data, teknik yang digunakan berbagai macam di antara nya adalah
wawancara penulis mengadakan wawancara pada klien dengan gangguan
persepsi halusinasi pendengaran di ruang kenanga, Observasi kelompok
melakukan pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara
langsung pada prilaku klien, Studi kepustakaan kelompok mempelajari
materi – materi yang berkaitan dengan halusinasi pendengaran serta
mencari informasi literatur yang memperkuat sebagai landasan teori
sesuai dengan masalah yang dibahas dan dikonsultasikan dengan pembimbing
makalah, Data sekunder kelompok mengambil data dari status klien,
catatan keperawatan untuk dianalisa sebagai data yang medukung masalah
klien.
E. Sistematika Penulisan.
Pada
sistematika penulisan terdiri dari lima ( 5 ) BAB, yang diantaranya BAB
I pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan,
ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan. Sedangkan
pada BAB II Landasan teori, yang meliputi konsep dasar terdiri dari :
pengertian, psikodinamika, teori – teori yang mendukung, dan asuhan
keperawatan yang terdiri dari : pengkajian, pohon masalah, diagnosa
keperawatan, intervensi, dan evaluasi, BAB III tinjauan kasus, dimana
pada bab ini membahas tentang : pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi. BAB IV Pembahasan, didalam bab
ini membahas tentang tinjauan teori dan tinjauan kasus yang meliputi :
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi. BAB V Penutup : meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar.
1. Pengertian.
Halusinasi
pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau bunyi tersebut ( kliat, 2006 ).
Halusinasi
pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin, barang,
kejadian alamiah dan musik dalam keaadan sadar tanpa adanya rangsangan
apapun ( maramis, 2005 ).
Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan panca indra pendengaran ( isaac,2002 ).
Halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada ( Keliat & Akemat, 2010 ).
Halusinasi
adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberikan
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. (Farida, 2010).
2. Psikodinamika.
a. Etiologi.
Penyebab
halusinasi belum diketahui secara pasti namun ada beberapa teori yang
menyatakan : halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa
seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi
yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi juga dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi fisik
sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami
sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti
depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat –
obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya pemberian obat diatas.
Halusinasi
juga dapat terjadi pada saat keadaan individunormal yaitu pada individu
yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya
pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan, penyebab
halusinasi pendengaran secara fisik tidak diketahui namun banyak faktor –
faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial
dan budaya, faktor pencetusnya halusiansi adalah stress lingkungan,
biologis, pemicu masalah sumber – sumber koping dan mekanisme koping.
b. Proses.
1) Fase pertama.
Klien
mengalami perasaan mendalam seperti cemas ( ansietas ), kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri dan pengalaman sensori masih ada
dalam kontrol kesadaran non psikotik.
2) Fase kedua.
Pengalaman
sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3) Fase ketiga.
Klien
berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
4) Fase kempat.
Pengalamansensori
menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Disini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
c. Komplikasi.
Komplikasi
yang mungkin dapat muncul pada penderita halusinasi adalah adanya
prilaku kekerasan, yaitu resiko mencedrai dirinya sendiri, orang lain
dan lingkungan selain itu komplikasi lainnya dapat muncul adalah
mengisolasi diri sendiri, klien kurang memperhatikan selfcare,menunjukan kerekatan terhadap realita dan bertindak terhadap realita, gangguan orientasi realita.
3. Teori – teori lain yang mendukung.
a. Klasifikasi Halusinasi.
Menurut stuart (2007) halusinasi terdiri dari dari :
1) Halusinasi Pendengaran ( akusti auditorik )
Mendengar
suara atau kebisingan, paling sering mendengar suara orang. Suara
berbentuk kebinsingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai ada percakapan lengkap antara dua
orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan.
2) Halusinasi Penglihatan ( visual ).
Stimulus
visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan biasa yang menyenangkan atau
menakut ksn seperti melihat monster.
3) Halusinasi bau atau penghidung ( okvatorius ).
Individu
yang mengatakan mencium bau – bauantertentu seperti bau darah, urin,
dan feses umumnya bau – bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang , atau dimensia.
4) Halusinasi kecap ( gustatorik ).
Halusinasi merasa ada sesuatu rasa dimulutnya.
5) Halusinasi Perabaan ( taktil ).
Mengalami
nyeri atau ketidak nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tesentrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6) Cenestetik.
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.
7) Kinistetik.
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
b. Rentang Respon Neurobiologi
Adaptif Maladaptif
- Pikiran logis - Distorsi pikiran -Gangguan pikir/delusi
-Persepsi kuat -Ilusi -Halusinasi
-Emosi konsisten -Reaksi emosi -Sulit berespon positif
Dengan Pengalaman berlebihan atau kurang
-Perilaku sesuai -Perilaku aneh/tidak biasa -Perilaku disorganisasi
-Berhubungan sosial -Menarik diri -Isolasi sosial
Keterangan :
Respon Adaptif
1) Pikiran logis : adalah sesuatu pola pikir yang sesaui dengan akal sehat.
2) Persepsi
akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian ( attention ) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3) Emosi
konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar
disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4) Perilaku
sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum
yang berlaku.
5) Hubungan
social harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
Rentang Respon
Proses
pikir kadang terganggu ( ilusi ): yaitu menifestasi dari persepsi
impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran
sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai
dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
Perilaku
tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma sosial
atau budaya umum yang berlaku.
Perilaku
aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau
budaya umum yang berlaku.
Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
Respon maladaptif
1) Gangguan proses pikir / waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitis yang salah.
2) Halusinasi adalah gagngguan penerimaan tanpa adanya rangsangan dari luar.
3) Kerusakan proses pikir emosi adalah tidak dapat mengontrol perasaannya.
4) Pikiran tidak terorganisasi adalah cara berpikir tidak realistis.
5) Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
6) Halusinasi pendengaran : adalah menghindar untuk berhubungan dengan orang lain.
B. Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian.
Menurut stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
a. faktor predisposisi.
1) Faktor biologis.
Abnormalita
sperkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang
maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian sebagai berikut :
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofren.
b) Beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.
2) Faktor Psikolagis.
Keluarga,
pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
3) Faktor Sosial budaya.
kondisi
ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan,
perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi.
b. Faktor presipitasi.
secara
fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan
maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan kekambuhan
(kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) Biologis.
ganngguan
dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima
oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Sterss lingkungan.
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
c. Tanda dan gejala.
Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi dengar : Bicara, senyum dan tertawa sendiri, Mengatakan mendengar suara.
Merusak diri sendiri / orang lain / lingkunga, Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata, Tidak
dapat memusatkan konsentrasi / perhatian, Pembicaraan kacau kadang
tidak masuk akal, Sikap curiga dan bermusuhan, Menarik diri, menghindar
dari orang lain, Sulit membuat keputusan, Ketakutan, Mudah tersinggung,
jengkel, mudah marah. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian, Muka merah kadang pucat, Ekspresi wajah tegang, Tekanan darah meningkat, Nadi cepat, Banyak keringat.
d. Mekanisme koping.
Prilaku
yang mewakili upaya melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neorobiologik termasuk :
1) Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari- hari.
2) Proyeksi : menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. ( Stuart , 2007 )
2.
Akibat
|
Resiko tinggi mencederai diri sendiri/ lingkungan/ orang lain
|
Masalah Utama
|
Perubahan persepsi sensori = Halusinasi
|
Isolasi sosial = Menarik diri
|
Penyebab
|
3. Diagnosa keperawatan.
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
b. Isolasi sosial.
c. Risiko prilaku kekerasan
4. Perencanaan keperawatan.
Merupakan
suatu proses penyusunan barbagai tindakan keperawatan yang dibutuhkan
untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah klien. Bagi perawat
diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan
tentang kekuatan dan kelemahan dalam membuat strategi keperawatan yang
aman dan memenuhi tujuan.
Rencana tindakan keperawatan.
Diagnosa : Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.
TUM : Klien mampu mengontrol halusinasi.
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi.
Setelah
interaksi, klien menunjukkan tanda – tanda percaya pada perawat,
Ekspresi wajah bersahabat, Menunjujkkan rasa senang, Ada kontak mata,
Mau berjabat tangan, Mau menyebutkan nama, Mau menjawab salam, Mau duduk
berdampingan dengan perawat, Bersedia mengungkapkan masalah yang
dihadapi.
Rencana tindakan.
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
c. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan.
d. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
e. Buat kontrak yang jelas
f. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi.
g. Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya.
h. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
i. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
j. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria evaluasi.
Setelah
interaksi diharapkan klien dapat menyebutkan : Jenis, Isi, Waktu,
Frekuensi, Perasaan, Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi,
Responnya saat mengalami halusinasi.
Rencana tindakan.
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
b. Observasi
tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri, ke kanan, dan ke depan seolah ada
teman bicara.
c. Tanyakan
apakah klien mengalami sesuatu halusinasi dengar, Jika klien menjawab
ya, tanyakan apa yang sedang didengarnya, lanjutkan suara apa yang
katakana bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun
perawat sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi ) Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami
hal yang sama, katakan perawat akan membantu klien. Jika klien tidak
sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan klien :Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (
pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang ) Situasi dan
kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
d. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
e. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
f. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya.
TUK 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
Setelah
interaksi diharapkan klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya. Klien dapat menyebutkan
cara baru mengontrol halusinasi. Kliendapat memilih dan memperagakan
cara mengatasi halusinasi. Klien melaksanakan cara yang telah dipilih
untuk mengendalikan halusinasinya. Klien mengikuti terapi aktivitas
kelompok.
Rencana tindakan :
a. Identifikasibersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
b. Diskusikan
cara yang digunakan klien,Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian,
Jika cara yang digunakan maladaptive diskusikan kerugian cara tersebut
c. Diskusikan
cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi : Katakan pada
diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( “saya tidak mau dengar ’’ ) pada
saat halusinasi terjadi temui orang lain ( perawat/ teman/ anggota
keluarga ) untuk menceritakan tentang halusinasinya, membuat dan
melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah disusun, Meminta
keluarga / teman / perawat menyapa jika sedang berhalusinasi.
d. Bantu klien memilih cara yang sudah diajurkan dan latih untuk mencobanya.
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih.
f. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian.
g. Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
TUK 4 : Klien dapat dukungan dari kelaurga dan mengontrol halusinasinya
Kriteria evaluasi :
Setelah
pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti
pertemuan dengan perawat, keluarga dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan
halusinasi.
Rencana tindakan :
a. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu, tempat dan topik ).
b. Diskusikan
dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga kunjungan rumah) :
pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi, obat-obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yag
halusinasi di rumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, berpergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya
untuk mengatasi halusinasi).
c. Beri informasi waktu control kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah.
TUK 5 : klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria evaluasi :
Setelah
interaksi klien menyebutkan : manfaat minum obat, kerugian tidak munum
obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien
mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat
berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
Rencana tindakan :
a. Diskusikan
dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, warna,
dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.
b. Pantau klien saat penggunaan obat.
c. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
e. Ajurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Penatalaksanaan Medis.
Pengobatan
harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat
pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam
hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan
sebagai pengawas minum obat (Maramis,2004).
a. Farmakoterapi.
1) Neuroleptika
dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia yang
menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun
penyakit.
2) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
KELAS KIMIA
|
NAMA GENERIK (DAGANG)
|
DOSIS HARIAN
|
Fenotiazin
|
Asetofenazin (Tidal) Klopromazin (Thorazine) Flufenazine (Prolixine, Permiti)
Mesoridazin (Serentil) Perfenazin (Trilafon) Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine) Tiodazin (Mellaril) Trifluoperazin (Stelazine) Trifluopromazine (Vesprin)
|
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800 mg
2-40 mg
60-150 mg
|
Tioksanten
|
Kloprotiksen (Tarctan) Tiotiksen (Navane)
|
75-600 mg
8-30 mg
|
Butirofenon
|
Haloperidol (Haldol)
|
1-100 mg
|
Dibenzondiazepin
|
Klozapin (Clorazil)
|
300-900 mg
|
Dibenzokasazepin
|
Loksapin (Loxitane)
|
20-150 mg
|
Dihidroindolon
|
Molindone (Moban)
|
b. Terapi kejang listrik.
Terapi
kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat
diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika
oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi.
Psikoterapi
suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan
dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat,
selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan
orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien
tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang
baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama,
seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi aktivitas.
2) Terapi musik.
Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien.
3) Terapi seni.
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
4) Terapi menari.
Fokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
5) Terapi relaksasi.
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif, meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif, meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
6) Terapi sosial.
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
7) Terapi
kelompok : Terapi kelompok (Group therapy), Terapi group, ( kelompok
terapeutik ), Terapi aktivitas kelompok ( Adjunctive group activity
therapy ).
8) TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi : Pendengaran.
Sesi 1 : Mengenal halusinasi.
Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik.
Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap.
Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
9) Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga ( home like atmosphere ).
5. Implementasi.
Tahapan
pelaksanaan tindakan keperawatan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditunjukan kepada semua perawat untuk membantu klien dapat
mencapai tujuan yang spesifik ( Nursalam 2001 ).
Tujuan
pelaksanaan adalah untuk membantu klien dalam mencapai suatu tujuan
yang telah ditetapkan, pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan
singkat apakah rencana keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan
kondisi klien saat ini ( here and now )selain itu juga, perawata harus
menilai kondisi dirinya apakah sudah mempunyai kemampuan interpersonal,
intelektual, tehnik sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan,
hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan pada saat akan melaksanakan
tindakan keperawatan, perawat harus membuat kontrak terlebihi dahulu
dengan klienyang isinya menjelaskan tentang apa yang akan dilaksanakan.
Mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan oleh klien
( Budi Anna Keliat. 2005. Hal 17 ). Berdasarkan macamnya tindakan
keperawatan dapat dibedakan tiga jenis, yaitu : Independent, Dependen,
Interdependen.
STRATEGI PELAKSANAAN.
SP I P
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Diskusikan jenis halusinasi pasien.
c. Diskusikan isi halusinasi pasien.
d. Diskusikan waktu halusinasi pasien.
e. Diskusikan frekuensi halusiansi pasien.
f. Diskusikan situasi yang menimbulkan halusinasi .
g. Diskusikan respon pasien terhadap halusinasi
h. Ajarkan pasien untuk menghardik
i. Anjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP II P
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian.
b. Latih pasien untuk mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap dengan orang lain.
c. Anjurkan klien untuk memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III P
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian.
b. Latih pasien untuk mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan ( yang biasa dilakukan ).
c. Anjurkan pasien untuk memasukan kedalam jadwal kegiatan harian.
SP IV P
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian.
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur.
c. Anjurkan pasien untuk memasukan ke jadwal harian
SP I K
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara – cara merawat pasien halusinasi
SP II K
a. Melatih keluarga untuk mempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasi
b. Melatih keluarga untuk melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi
SP III K
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat ( discharge planning )
b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
6. Evaluasi Keperawatan.
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Jenis evaluasi ada dua jenis, yaitu :
a. Evaluasi formatif.
Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat melakukan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif.
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisa kasus pasien pada waktu tertentu berdasar tujuan yang direncanakan.
Untuk mengevaluasi intervensi keperawatan pada klien, kondisi klien yang diharapkan adalah :
1) Klien mampu menguraikan prilaku yang menunjukan kekambuhan.
2) Klien mampu mengidentifikasi dan menguraikan program penyembuhan / therapi yang diberikan dan efek samping yang mungkin terjadi
3) Klien berperan serta dalam menghubungkan dengan orang lain yang dapat membuatnya senang.
4) Klien dan keluarga dapat menggunakan sistem pendukung yang ada dimasyarakat
5) Keluarga
dapat menguraikan karekteristik penyakit dan mampu berperan serta dalam
program penyembuhan klien ( Depkes RI, 2005 : hal 143 )
Adapun evaluasi kasus sesuai teori dengan halusinasi pendengaran yaitu :
Diagnosa
keperawatan I : Halusinasi pendengaran, klien dapat membina hubungan
saling percaya, klien dapat mengenal halusinasinya, klien dapat
mengontrol halusinasinya dengan cara bercakap – cakap dengan orang lain,
klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan yang
biasa dilakukan, dan klien dapat menggunakan obat secara tepat dan
benar.
Pada
keluarga, keluarga mampu berkomunikasi dengan klien secara terapeutik,
keluarga mampu mengurangi penyebab klien menarik diri, keluarga mampu
menjelaskan tentang cara merawat klien dirumah dan keluarga dapat
memberikan dukungan selama klien dirumah.
BAB III
TINAJUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan.
Pengkajian
dilakukan pada tanggal 7 januari 2013 sampai dengan 17 januari 2013
adapun data yang didapat adalah bahwa klien masuk rumah sakit diruangan
kenanga pada tanggal 5 januari 2013 dengan nomor register 015551 dengan
diagnosa medis skizofrenia paranoid.
1. Identitas Klien.
klien
bernama Nn. R yang berjenis kelamin perempuan berusia 20 tahun, belum
menikah, beragama islam, suku jawa, pendidikan terakhir SMP.
2. Alasan Masuk
Klien tampak binggung, suka ngomong sendiri, ekspresi datar, suka mondar-mandir sendiri, klien suka senyum-senyum sendiri.
3. Faktor Predisposisi.
Klien
tidak pernah meng̊̊̊alami gangguan jiwa sebelum ini. Klien mengatakan
pernah menjadi korban penganiayaan terhadap temannya.
Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah.
4. Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan hasil :
TD :110/80 mmHg, S : 37 ̊ C , N : 80 x/menit, RR : 22x/menit
Maslah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan .
5. Status Psikososial
a.
b
|
a
|
c
|
d
|
e
|
a
|
: laki – laki
b
|
c
|
: klien
b. Konsep diri.
Untuk
masalah gambaran diri, klien mengatakan “ menyukai semua bagian
tubuhnya , yang masing – masing punya kegunaan dan bersyukur atas itu
semua, tangan merupakan bagian yang paling klien suka , karena dengan
tangan bisa melakukan pekerjaan , seperti menyapu, membereskan tempat
tidur . klien menyadari bahwa seorang anak yang wajib membantu
orangtuanya, klien anak ke dua dari tiga bersaudara. Untuk ideal diri
klien berharap segera pulang dan bertemu dengan orang tua dan
saudara-saudaranya. Klien mengatakan malu dan sedih karena belum bisa
membahagiakan kluarganya.
Masalah keperawatan: harga diri rendah.
c. Hubungan Sosial.
Klien
mengatakan orang yang paling berarti dalam hidupnya adalah ibunya.
Peran serta klien dalam bermasyarakat klien mengikuti pengkajian. Klien
juga mengatakan jarang bergaul karena malas dan lebih suka di rumah.
Masalah keperawatan: isolasi sosial.
d. Spiritual.
Nilai yang di anut klien adalah islam. Kegiatan ibadahnya Nn.R mengatakan sholat dan mengikuti pengajian.
6. Status mental.
a. Penampilan.
Nn.R
berpenampilan terlihat rapi dan berpakaian bersih karena klien mandi 2
kali sehari yaitu pagi dan sore dengan menggunakan sabun mandi dan sampo
dan selalu menggosok gigi dengan sikat gigi, beserta dengan pasta
giginya. Gigi klien terlihat bersih dan badan tidak bau dan kuku
terlihat bersih dan pendek.
Masalah keperawatan : tidak di temukan masalah.
b. Pembicaraan.
Bicara klien cepat, klien menjawab semua pertanyaan perawat, klien juga tampak kooperatif saat dei wawancarai oleh perawat.
Masalah keperawatan : tidak di temukan masalah.
c. Aktivitas Motorik.
Klien tampak lesu, klien melakukan gerakan motorik berulang-ulang, seperti menggerakan badannya ke kanan – kiri.
Masalah keperawatan: tidak di temukan masalah.
d. Alam Perasaan.
Klien tampak sedih dan putus asa. Klien mengagtakan sedih karena tidak pulang-pulang.
Masalah keperawatan : isolasi sosial.
e. Efek.
Afek klien berespon sesuai.
Masalah keperawatan : tidak di temukan masalah.
f. Interaksi selama wawancara.
Klien tampak kooperatif akan tetapi kontak matanya kurang.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah.
g. Persepsi.
Klien
mengatakan sering mendengar suara-suara “memanggil namanya” suara -
suara itu muncul saat sedang melamun dan mau tidur suara-suara itu
muncul tidak terlalu sering siang 1 kali dan malam 1 kali respon klien
saat mendengar suara-suara membuatnya bingung dan terdiam.
Masalah keperawatan : gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran.
h. Proses Pikir.
Proses
pikir klien flight of ideas yaitu pembicaraan meloncat-loncat dari satu
topic ke topic lain nya masih ada hubungannya dah terkadang terhenti
sebentar.
Masalah keperawatan: gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran.
i. Isi Pikir
Pada
isi pikir klien tidak mengalami gangguan seperti obsesi, fobia,
hipokondria, deoersonalisasi, ide yang terkait, dan fikiran magis.
Selain itu juga tidak mengalami waham sepertib waham agama, somatic,
kebesaran, curiga, nihilistik, sisip piker, dan control pikir.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah.
j. Tingkat kesadaran.
Klien
mengatakan seperti melayang-layang ( merasa melayang – layang antara
sadar atau tidak sadar ) dan melakukan gerakan yang diulang-ulang.
Masalah keperawatan: gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran.
k. Memori.
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, jangka pendek, maupun saat ne karena klien dapat menceritakan.
Masalah keperawatan: tidak ditemukan masalah.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung.
Klien mampu berhitung dari 1 – 10, dan dapat menjawab pertanyan perawat saat ditanya penjumlahan, pengurangan, dan perkalian.
Masalah keperawatan: tidak ditemukan masalah.
m. Kemampuan penilaian.
Kemampuan penilaian klien gangguan ringan, klien dapat memilih seperti berdoa dulu sebelum makan.
Masalah keperawatan: tidak ditemukan masalah.
n. Daya tilik diri ( insight ).
Klien tidak menyadari sakitnya yaitu halusinasi pendengaran.
7. Kebutuhan Persepsi Pulang.
Klien
mampu makan sendiri dimeja makan, makan 3x sehari, setelah makn klien
jyga dapat mencuci piringnya dan mengambil minuman sendiri, eliminasi
klien dari BAB / BAK mampu melakukan sendiri tanpa dibantu oleh orang
lain dapat juga membersihkan WC setelah menggunakannya, klien mampu
mandi sendiri tanpa disuruh perawat maupun dengan bantuan orang lain
dikamar mandi dengan menggunakan sabun mandi serta mencuci rambut dengan
shampo, menggosok gigi dengan pasta gigi , klie n mengatakan mandi 2x
shari. Dan dalam berpakain/berhias serta mengenakan pakaian sendiri
setelah mandi. Bila kuku panjang klien dapat memotong kukunya sendiri
sedangkan untuk istirahat/tidur, klien mengatakan tidur siang selama 3
jam dari jam 14.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB sedangkan untuk tidur
malam tidur selama 8 jam dari jam 21.00 WIB sampai dengan jam 05.00
WIB. Sebelum tidur kadang-kadang mengobrol dengan teman-temannya. Bangun
tidur mandi dan sarapan. Dalam penggunaan obat klien mampu minum obat
sendiri dengn memerlukan bantuan dalam mengetahui nama obat, dosis,
manfaat minum obat, dan efek yang ditimbulkan setelah minum obat dan
dalam pemeliharaan kesehatan, untuk perawatan lanjutan sampai sekarang
masih berada di Rumah Sakit. Sedangkan untyuk sistem pendukung kurang
karena selama dirawat, keluarga klien jarang menjenguknya. Dalam
kegiatan didalam rumah Nn.R mengatakan di rumahnya selalu menjaga
kerapihan rumah dengan menyapu dan mencuci piring setelah makan,
menyiapkan makanan, dan mencuci baju. Sedangkan untuk kegiatan di luar
rumah klien suka belanja di pasar,menggunakan transportasi.
Masalah keperawatan: tidak ditemukan masalah.
8. Mekanisme Koping
Nn.R mengatakan jika ada masalah lebih suka menyendiri di kamar terlihat sedih, dan reaksinya lambat.
Masalah keperawatan : harga diri rendah.
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Nn.R
mengatakan keluarganya mendukung kesembugan namun klien maku bergaul
serta bertemu dengan tetangaga-tetangga karna merasa akan di ejek ,
sehingga berdiam diri di rumah. Klien tinggal bersama orang tuanya. Nn.R
merasa tidak berguna karena tidak bekerja lagi dan tidak bisa membantu
perekonomian keluarga. Sedangkan untuk pekerjaan dan pelayanan kesehatan
tidak ditemukan adanya masalah.
Masalah keperawatan: isolasi sosial, harga diri rendah.
10. Pengetahuan.
Klien tahu tentang dirinya yang sedang sakit jiwa. Keluarga mendukung kesembuhannya, dan klien mau minum obat secara teratur.
11. Aspek Medik.
Menurut
diagnosa medic Nn.R mengalami Skizofrenia Paranoid dengan kode F20.0
dan mendapatkan terapi medic seoerti, Tirhexyphenidyl (2 mg) 3x1 tablet,
dan Clorpromazine 9100 mg) 2x1 tablet.
12. Analisa Data
Nama : Nn.R
Ruangan : Kenanga
No. RM : 015551
Hari / Tanggal / Jam
|
Data fokus
|
Masalah Keperawatan
|
Rabu, 09, 12, 2012
Jam 17. 00 wib
|
Ds : Klien Mengatakan
1. Mendengar suara kak nya
2. Munculnya 2 kali dalam sehari
3. Waktunya pagi, malam,
Do:
1. Kliem tampak bicara sendiri
2. Klien tampak gelisah
3. Klien tampak bingung
4. Klien tampak mundar – mandir
|
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.
|
Rabu , 09, 12, 2012
Jam 17 . 00. Wib
|
Ds : klien mengatakan
1. Malas bebicara dengan orang lain
2. Ingin sendiri
DO :
1. Klien tampak menyendiri
2. Klien tampak tidak mau barcakap – cakap dengan orang lain
|
Isolasi sosial
|
Rabu 09 – 12 - 2012.
Jam 17. 00 Wib
|
Ds : Klien mengatakan
1. Dirinya tidak berguna
2. Malu ,sedih karena belum bisamembahagiakan orang tua.
DO :
1. klien tampak murung
2. klien tampak melamun
3.
|
Harga diri rendah
|
Rabu 09 – 12 – 12
Jam 17 . 00 Wib.
|
Ds : klien mengatakan
1. Dulu waktu dipanti pernah dianiyaya teman nyah dipanti
Do :
1. Klien tampak tegang
2. Mata klien tajam
|
13. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan Persepsi : halusinasi pendengaran
|
Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah
B. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa Keperawatan pada Nn.R adalah :
1. Gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial
3. Harga diri rendah
4. Resiko perilaku kekerasan
C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi.
Diagnosa I : Gangguan sensori persepsi halusinasi.
Data subyektif :
Nn.R mengatakan mendengar suara-suara “memanggil namanya”, muncul saat
sedang sendiri, biasanya 2x sehari, siang 1x dan malam 1x, takut dan
bingung dengan suara itu. Saat mendengar suara itu hanya diam.
Data objektif : Klien tampak bicara dan tertawa sendiri, klien tampak gelisah, dan menggerak-gerakan badanya seperti merasa melayang.
Tujuan umum ( TUM ) : Klien dapat mengontrol halusinasui dengan alaminya.
Tujuan
khusus ( TUK ) : Klien dapat membina hubungan saling percaya, dapat
mengenal halusinasinya, dan dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria
hasil : Setelah interaksi 2x Nn.R menunjukan tangda-tanda percaya
kepada perawat, ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat tangan dengan perawat, mau menyebutkan nama,
mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia
mengungkapkan masalah yang sedang di hadapi, menyebutkan isi, waktu,
frekuensi, situasi dan kondisi yang dapat menimbulkan halusinasinya,
menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya, menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi, dapat
memperagakan cara mengatasi halusinasi pendengaran, melaksanakan cara
mengendalikan halusinasi, dan mengikuti terapi aktivitas kelompoK.
Rencana Tindakan SP 1 →P
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Identifikasi jenis halusinasi
c. Identifikasi isi halusinasi.
d. Identifikasi waktu halusinasi
e. Identitas frekuensi halusinasi.
f. Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
g. Identifikasi respon klien terhadap halusinasi
h. Anjurkan klien untuk memasukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian.
Pelaksanaan.
Hari rabu,
08 januari 2013 pukul 16.00 WIB SP 1 membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi jenis halusinasi, ,engidentifikasi isi halusinasi,
waktu halusinasi, frekuwensi halusinasi, situasi yang menimbulkan
halusinasi, serta menganjurkan memasukan cara menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian, dan berikan reinforcemen.
Evaluasi Keperawatan:
Hari kamis, 09 januari 2013.
Jam 16.00 WIB
Evaluasi Subyektif :
Nn.R mengatakan senang berkenalan denganm perawat, klien mengatakan
namanya R,klien mengatakan mendengar suara-suara “memanggil namanya”
suara itu muncul pada saat klien sendiri pada siang 1 x dan malam 1x,
saat mendengar suara-suara itu klien diam. Klien mengatakan mau
menghardik suara-suara itu ( pergi....pergi....suara itu suara palsu ).
Evaluasi Objektif :
Nn.R mnau berjabat tangan dengan perawat dan menyebutkan nama, klien
mau duduk berdampingan dengan oerawat, klien mau menyebutkan tentang
jenis halusinasinya, frekuensi halisinasi, isi halusinasi, situasi
halusinasi, dan respon saat mendengar suara-suara. Klien mau
mempraktikan kembali cara mengontrl halusinasi dengan cara pertama yaitu
dengan menghardik dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian.
Analisa :
Nn.R mampu membina hubungan saling percaya, mengenal halusinasi,
mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik dan mampu memasukan
dalam jadwal kegiatan harian.
Planning :
Untuk perawat :
Evaluasi jadwal kegiatan harian klien dan lanjutkan ke SP II ( latihan
mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan
orang lain ).
Untuk Nn.R :Anjurkan klien menghardik halusinasi saat halusinasi datang dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian.
Rencana Tindakan SP II → P
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian
b. Latih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
c. Anjurkan
klien untuk memasukan cara mengontrol hakusinasi dengan cara bercakap –
cakap dengan orang lain kedalam jadwal kegiatan harian.
Pelaksanaan
Hari
rabu , 16 januari 2012 pukul 14.00 WIB s.d 13.00 WIB. SP II
mengevaluasi jadwal kegiatan harian Nn.R, melatih mengendalikan
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan untukn
me,asukan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian klien dan memberikan
reinforcement.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada
bab ini kelompok akan menguiraikan kasus yang dikaji serta
membandingkan dengan teori yang didapat, untuk mengetahui sejauh mana
factor pendukung, factor penghambat dan solusinya dalam menyelesaikan
asuhan keperawatan pada klien Nn. R dengan GSP: halusinasi pendengaran
diruang kenanga RSJ. Dr. soeharto Heerdjan.
Dalam
pembahasan ini mencakup semua tahap proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
A. Pengkajian Keperawatan.
Pengkajian
merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan dengan tujuan
untuk mengumpulkan data-data dengan cara wawancara dan observasi secara
langsung dengan klien, informasi dari catatan perawat, catatan medis dan
perawat ruangan.
Secar
teori pengkajian pada klien dengan halusinasinya pendengaran meliputi
factor predisposisi dan presipitasi diantaranya factor predisposisi
mencakup factor biologis, psikologis, social budaya pada kasus yang
penulis temukan sama dengan pada teori, yaitu factor biologis dimana
paman klien juga menderita skizofrenia. Dari factor skiologis, klien
pernah mengalami korban penganiayaan. Factor social budaya, klien jarang
berinteraksi karna lebih suka menyendiri dirumah. Sedangkan factor
presipitasi pada teori mencakup system pendukung dan respon klien.
Sedangkan pada kasus menyatakan bahwa terjadinya gangguan jiwa
disebabkan oleh stressor baik dari internal maupun eksternal, misalnya
penganiyaan dan psikologis, hal ini terjadi pada Ny. R dimana ada trauma
seperti penganiyaan yang dilakukan oleh teman-temannya, klien jadi suka
menyendiri dan melamun.
Halusinasi
memiliki empat fase , yaitu ansietas sedang (comforting): halusinasi
menyenangkan, ansietas berat (condemning) : halusinasi menjadi
menjijikan, ansietas berat (controlling) : pengalaman sensori menjadi
berkuasa, panic (consquering) : umumnya menjadi melebur dalam
halusinasinya. Sedangkan yang di temukan didalam kasus adalah fase kedua
yaitu , klien mengalami pengalaman sensori menakutkan merasa dilecehkan
oleh pengalaman sensori tersebut, mulai terasa kehilangan control,
menarik diri dari orang lain. Secara teori mekanisme koping yang
ditemukan ada tiga, yaitu fase regresi, proyeksi, dan menarik diri.
Sedangkan
pada kasus, didapatkan data bahwa mekanisme koping yang di gunakan Nn. R
adalah menarik diri karena lebih senang menyendiri untuk menghindari
stress.
Pohon
masalah pada teori terdapat tiga diagnosa keperawatan, yaitu gangguan
sensori persepsi : halusinasi pendengaran yang disebabkan oleh isolasi
social sehingga mengakibatkan resiko perilaku kekerasan. Sedangkan pada
kasus terdapat empat diagnose keperawatan yaitu gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendengaran yang disebabkan oleh isolasi social
dan berkelanjutan menjadi harga diri sehingga mengakibatkan resiko
perilaku kekerasan. Harga diri rendah dapat muncul sebagai penyebab
karena didapatkan data sebagai berikut , Data subjektif : klien
mengatakan dirinya tidak berguna sedih, karena belum bias membahagiakan
orangtuanya. Data objektif : klien terlihat murung , terkadang tampak
sedih, tampak enggan berinteraksi dengan orang lain.
Pada
teori klien mendapatkan therapy oral clorpromazine, haloperidol ( HLP
). Triheksilphenidil ( THP ), elektro compulsive therapy / ECT (
merupakan pengobatan Fisik dengan menggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75 - 100 volt ). Pada kasus therapy yang didapatkan klien
adalah klien diberikan terapi medis Thirexyphenidyl ( 2 mg ) 3x1 tablet,
metrodinazol 3x1 tablet, dan chlorpromazine ( 100 mg ) 2x1 tablet. Hal
ini masih diberikan karena klien pernah mengalami depresi masa lalu yang
ditandai dengan klien suka menyendiri dan melamun. Sampai saat ini
masih ditemukan gejala sisa pada klien. Sedangkan therapy ECT tidak
diberikan karena tidak diindikasika untuk dilakukan therapy tersebut.
Factor
pendukung yang mempermudah penulis dalam melakukan pengkajian adanya
hubungan baik antara mahasiswa dengan perawat ruangan, data klien
lengkap, klien mau berinteraksi dan terlihat tenang. Factor penghambat
yang ditemukan penulis adalah kurangnya data yang didapat karena penulis
tidak bertemu dengan keluarga sehingga data yang didapatkan kurang
lengkap. Dan penulis lakukan untuk mengatasi factor penghambat yaitu
bekerja sama dengan perawat ruangan, melihat Medical Record klien dan
mengkaji klien lebih dalam dengan komunikasi singkat dan sering untuk
memperoleh data yang berhubugan dengan masalah klien untuk melengkapi
data.
B. Diagnosa Keperawatan.
Pada
teori, diagnose keperawatan yang ditemukan ada tiga, yaitu gangguan
sensori persepsi : halusinasi pendengaran, isolasi social, dan resiko
perilaku kekerasa. Sedangkan pada kasus terdapat empat diagnose
keperawatan dimana ditemukan diagnosa keperawatan harga diri rendah
dengan ditemukannya data seperti, data subyektif dan data obyektif , Diagnosa
yang menjadi prioritas adalah gangguan sensori persepsi : halusinasi
pendengaran sesuai pohon masalah yang dapat terjadi adalah munculnya
resiko perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan sekitar jika tidak teratasi.
Factor
pendukung yang mempermudah penulis dalam menegakan diagnosa keperawatan
karena berdasarkan data yang didapat sesuai dengan respon yang muncul
pada Nn. R dan adanya hubungan baik antara mahasiswa dengan perawat
ruangan untuk mendapatkan data dari medical record klien selain itu juga
adanya referensi yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam negakan
diagnosa keperawatan.
Factor
penghambat yang ditemukan penulis pada teori terdapat tiga diagnosa
keperawatan sedangkan pada kasus terdapat empat diagnosa keperawatan
yang muncul sehingga dalam mendapatkan data untuk menegakan diagnosa
keperawatan tersebut diperlukan pendekatan lebih efektif. Dan hal yang
penulis lakukan untuk mengatasi factor penghambatan yaitu bekerja sama
dengan perawat ruangan.
C. Perencanaan Keperawatan.
Penulis
menyusun rencana keperawatan berdasarkan yang muncul dan sesuai dengan
teori yang ada yakni berdasarkan prioritas masalah, tujuan baik tujuan
umum maupun khusus, kriteria evaluasi, dan intervensi.
Diagnosa
yang menjadi prioritas adalah gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran. Dari diagnose tersebut terdapat tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum yaitu klien dapat mengontrol halusinasi yang
dialaminya. Tujuan khusus, yaitu TUK I : klien dapat membina hubungan
saling petcaya, TUK II : klien dapat mengenal halusinasinya, TUK III :
klien dapat mengontrol halusinasinya, TUK IV : klien dapat dukungan dari
keluarga dalam mengontrol halusinasinya, dan TUK V: klien dapat
memanfaatkan obat dengan baik dan benar.
Dalam
penyusun rencana tindakan penulis menemukan hambatan karena penulis
tidak dapat bertemu dengan keluarga klien sehingga SP keluarga tidak
dapat dilaksanakan, sehingga dilimpahkan kepada perawat ruangan,
sedangkan factor pendukung terjadinya sumber referensi yang dapt
digunakan sebagai acuan dalam membuat perencanaan.
D. Implementasi.
Pada
tahap ini, penulis melakukan rencana keperawatan sesuai dengan teori
yang berdasarkan dari strategi pelaksanaan, yaitu diagnose I pada
strategi pelaksanaan ke I, yaitu membina hubungan saling percaya,
membantu mengenal halusinasinya, melatih mengontrol halusinasinya dengan
cara menghardik, dan menganjurkan untuk memasukkan kedalam kegiatan
harian. Strategi pelaksanaan ke II, yaitu mengevaluasi strategi
pelaksanaan ke I dan melatih mengontrol halusinasinya dengan cara
berbincang-bincang dengan orang lain. Strategi pelaksanaan ke III, yaitu
mengevaluasi strategi pelaksanaan ke II dan melatih mengontrol
halusinasinya dengan cara melakukan kegiatan seperti berdoa, jika
suara-suara itu mmuncul dimalam hari. Strategi pelaksanaan ke IV, yaitu
mengevaluasi strategi pelaksanaan ke III dan menjelaskan cara minum obat
yang baik dan benar. Namun strategi pelaksanaan keluarga tidak dapat
dilaksanaan karena penulis tidak bertemu dengan keluarga klien dan
meminta bantuan ke perawat ruangan untuk meneruskannya.
Factor
pendukung yang mempermudahkan penulis dalam melakukan tindakan
keperwatan adalah klien yang mau berinteraksi dan kooperatif. Sedangkan
factor penghambat yang ditemukan pada saat melakukan tindakan
keperawatan adalah perasaan klien sering berubah-ubah serta tidak dapat
melanjutkan strategi pelaksanaan keluarga dan untuk mengatasi hal
tersebut mahasiswa meminta bantuan kepada perawat ruangan untuk
meneruskannya.
E. Evaluasi Keperawatan.
Evaluasi
merupakan tahap akhir dalam memberikan asuhan keperawatan yang
bertujuan untuk menilai keberhasilan dari tindakan keperawatan. Maka
penulis menggunakan pendokumentasian dalam bentuk catatan keperawatan
berupa respon hasil setiap tindakan yang dilakukan dan evaluasi akhir
yang berupa catatan perkembangan (SOAP) berdasarkan strategi pelaksanaan
mulai dari strategi gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
yang tercapai hanya strategi pelaksanaan I sampai dengan IV sedangkan
untuk strategi pelaksanaan keluarga tidak bias dilakukan evaluasi karena
penulisan tidak dapat bertemu dengan keluarga klien dan melakukan
tindakan strategi pelaksanaan keluarga. Evaluasi yang didapat Ny. R
mampu membina hubungan saling percaya, mampu mengenal halusinasinya,
mampu mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik,
berbincang-bincang dengan orang lain, melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan dan minum obat dengan cara yang baik dan benar.
BAB V
PENUTUP
Setelah
kelompok melakukan asuhan keperawatan pada Ny.M dengan masalah utama
gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran diruangan kenanga RS
jiwa dr.soeharto heerdjan Jakarta pada tanggal 07 – 01 – 2012 s.d. maka
kelompok pada BAB V ini membahas tentang kesimpulan dan saran sebagai
berikut:
A. kesimpulan.
1. pengkajian keperawatan.
Kelompok
menemukan kesesuaian factor predisposisi dan factor presipitasi pada
teori dengan kasus. Pohon masalah pada teori terdapat tiga masalah
sedangkan pada teori terdapat empat masalah dengan adanya masalah
keperawatan harga diri rendah. Pada manifestasi klinis di teori terdapat
empat fase, sedangkan pada kasus Ny.R berada pada fase kedua yaitu
mengontrol dengan tingkat kecemasan berat dimana perilaku Ny.R pada
tahap ini adalah menarik diri. Dari tiga mekanisme koping yang ada, yang
Ny.R gunakan adalah mekanisme koping dengan menarik diri.
Penatalaksanaan medis pada teori tidak jauh berbeda tetapi klien
mendapatkan terapi tambahan obat Metrodinazol 3x1 tablet. Dan pada
penatalaksanaan keperawatan hanya melakukan terapi aktivitas kelompok.
2. Diagnosa keperawatan.
Pada
tahap diagnose keperawatan yang ditemukan empat diagnose keperawatan
yang muncul. Sedangkan diagnose keperawan yang menjadi prioritas yaitu
gangguan sensori persepsi : halusinasi pendenngaran.
3. perencanaan keperawatan
Kelompok
menyusun rencana keperawatan berdasarkan diagnose keperawatan yang
muncul dan sesuai dengan teori yang ada yakni berdasarkan prioritas
masalah, tujuan baik umum maupun khusus, criteria evaluasi, dan
intervensi. Dan didukung dengan sumber referensi yang tersedia.
Diagnose
yang menjadi prioritas adalah gangguan sensori persepsi : halusinasi
pendengaran. Dari diagnose tersebut terdapat tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum yaitu klien dapat mengontrol halusinasi yang
dialaminya . tujuan khusus, yaitu TUK I : klien dapat membina hubungan
saling percaya, TUK II : klien dapat mengenal halusinasinya, TUK III :
klien dapat mengontrol halusinasinya, TUK IV : klien dapat dukungan
ddari keluarga dalam mengontrol halusinasinya, dan TUK V : klien dapat
memanfaatkan obat dengan baik dan benar. Perencanaan juga di dukung
dengan banyaknya sumber reverensi.
4. Implementasi.
Pada
tahap ini penulis melakukan rencana keperawatan sesuai dengan teori,
yaitu diagnose I dengan strategi pelaksanaan ke I sampai ke IV, namun
strategi pelaksanaan keluarga tidak dapat dilakukan karena penulis tidak
bertemu dengan keluarga klien
5. Evaluasi keperawatan.
Evaluasi
merupakan tahap akhir dalam memberikan asuhan keperawatan yang
bertujuan untuk menilai keberhasilan dari tindakan kerawatan,
berdasarkan strategi pelaksanaan mulai dari strategi pelaksanaan I
sampai dengan strategi pelaksanaan IV untuk klien dan strategi
pelaksanaan untuk keluarga. Dimana penulis melakukan sesuai dengan
diagnose prioritas yaitu gangguan sensori persepsi : halusinasi
pendengaran yang tercapai hanya strategi I sampai dengan IV untuk klien
sedangkan strategi pelaksanaan untuk keluarga belum tercapai dan
dievaluasi.
B. Saran.
1. Untuk mahasiswa.
a. mahasiswa harus lebih mennguasai materi.
b. Mahasiswa dalam melaksanakan asuhan keperrawatan harus menggunakan komunikasi terapeutik.
c. Mahasiswa atau perawat harus lebih mengoptimalkan waktu yang tersedia dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien.
d. Mahasiswa perawat ruangan sehingga dapat menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif.
e. Mahasiswa
harus lebih meningkatkan komunikasi dengan keluarga sehingga dapat
memperoleh data dan memberikan asuhan keperawatan secara optimal.
2. Untuk perawat.
a. Perawat diharapkan lebih sering meningkatkan pertemuan kepada klienn meskipun singkat.
b. Perawat harus lebih mengoptimalkan waktu yang tersedia dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien.
c. Perawat
diharapkan lebih mengoptimalkan pertemuan dengan keluarga, jika ada
anggota keluarga yang berkunjung untuk menjenguk klien.
d. perawat diharapkan sering melaksanakan program terapi aktivitas kelompok.
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULUS SENSORI
GANGGUAN SENSORI PRESEPSI : HALUSINASI SESI II
A. Latar Belakang
1. Pada
pasien gangguan jiwa dengan kasus Schizoprenia selalu diikuti dengan
gangguan persepsi sensori; halusinasi. Terjadinya halusinasi dapat
menyebabkan klien menjadi menarik diri terhadap lingkungan sosialnya,
hanyut dengan kesendirian dan halusinasinya sehingga semakin jauh dari
sosialisasi dengan lingkungan disekitarnya.
Atas dasar tersebut, maka kami menganggap dengan
Therapy Aktivitas Kelompok (TAK) klien dengan gangguan sensori persepsi
dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya,
tentu saja klien yang mengikuti therapy ini adalah klien yang sudah
mampu mengontrol dirinya dari halusinasi sehingga pada saat TAK klien
dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota kelompok yang lain.
TAK (terapi aktifitas kelompok )adalah suatu upaya
untuk memfasilitasi pisikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu
yang sama, untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal antar
anggota.
Keterkaitan antara TAK bagi pasien halusinasi, dengan
cara memberikan tak pada pasien dengan halusinasi diharapkan klien
mampu merespon dan mengendalikan halusinasi secara bertahap.
Sehubungan dengan keadaan pasien halusinasi dengan
manfaat TAK maka kelompok melakukan TAK dengan topic mengendalikan
halusinasi.
· Angka kejadian Schizophrenia paranoid nasional periode januari –april 2011
No
|
Jenis gangguan jiwa
|
Jumlah(orang)
|
Presentasi (%)
|
1
|
Schizophrenia hebefrenik
|
227
|
30%
|
2
|
Schizophrenia paranoid
|
261
|
28%
|
3
|
Schizophrenia residual
|
115
|
13%
|
4
|
Episode depresi;gangguan suasana perasaanYYT
|
95
|
10%
|
5
|
Gangguan psikosa akut dan sementara
|
77
|
8%
|
6
|
Schizophrenia YYT
|
30
|
3%
|
7
|
Episode manic daan gangguan afektik bipolar
|
22
|
2%
|
8
|
Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif
|
18
|
2%
|
9
|
Gangguan anxietas fobik:gangguan anxietas lainya
|
14
|
2%
|
10
|
Gangguan psikotik non organic lainya
|
13
|
2%
|
Total
|
922
|
100%
|
· Angka kejadian Schizophrenia paranoid di RS. Jiwa Soeharto Heerdjan pada tahun 2012
2. Topik
Mengontrol halusinasi
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Klien mampu mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan menggambar dan mewarnai.
2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengenal halusinasi
b. Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
c. Klien mengenal situasi terjadiinya halusinasi
d. Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi
C. Rencana Kegiatan.
1. Pengorganisasian
a. Leader : Abdul Muhamad
1) Menyusun rencana terapi aktivitas kelompok.
2) Mengarahkan kelompok sesuai tujuan.
3) Memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok dengan tertib.
4) Memotivasi anggota untuk aktif selama kegiatan terapi aktivitas kelompok.
5) Menetralisir masalah yang mungkn timbul pada saat pelaksanaan
b. Co-leader : Listriyani
1) Membantu leader mengoraganisasikan kelompok.
2) Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader atau sebaliknya.
3) Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
c. Fasilitator : Raden putri oktaviani dan Dewi tarbiyatul masitoh
1) Memfasilitasi media dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok.
2) Mengatur jalannya aktivitas kelompok.
3) Membantu kelompok berperan aktif.
4) Berperan sebagai role model bagi klien selama proses aktivitas kelompok.
5) Mengantisipasi masalah yang akan terjadi.
d. Observer : Septi susanti
1) Mengobservasi respon klien.
2) Mencatat perilaku klien selama dinamika kelompok.
3) Mencatat semua proses yang terjadi dan melaporkannya
2. Metode
a. Metode
1) Dinamika kelompok.
2) Diskusi Tanya jawab.
b. Media
1) Laptop
2) Spaker aktif
3. Persiapan Klien
a. Kriteria Klien
1) Klien yang mengalami halusinasi
2) Klien yang sudah bias mengontrol halusinasinya
3) Klien yang dapat diajak kerjasama
4) Klien dapat mengidentifikasi halusinasinya
b. Proses Seleksi
1) Berdasarkan observasi dan wawancara
2) Menindak lanjuti asuhan keperawatan
3) Informasi dan keterangan dari klien sendiri dan perawatan
4) Penyelesian masalah berdasarkan masalah keperawatan
5) Klien cukup kooperatif dan dapat memahami pertanyaan yang diberikan
6) Mengadakan kontrak dengan klien
c. Jumlah Anggota dan Nama Anggota
1) Ny. C
2) Nn. R
3) Ny. A
4) Nn. S
5) Nn. Y
4. Persiapan alat
a. Bola
b. Pensil
c. penghapus
d. Kertas HVS
5. Setting tempat :
MEJA
Keterangan:
Klien Leader
Observer Co leader
Fasilitator
6. Waktu
Hari : Kamis
Tanggal : 17 – 01 – 2013
Jam : 09.00 s/d 09.35
1) Pembukaan : 5 menit
2) Perkenalan : 5 menit
3) Fase kerja : 15 menit
4) Evaluasi : 5 menit
5) Penutup : 5 menit
7. Langkah-langkah Kegiatan
a. Orientasi
1. Salam terapeutik
a. Salam dari terapis kepada klien
b. Peserta dan terapis memakai nama tag
2. Evaluasi / validasi
a. Menanyakan perasaan klien saat ini
b. menanyakan tidurnya tadi malam
c.
3. Kontrak
a. Menjelaskan topik, tujuan kegiatan dan menyepakati waktu serta tempat
b. Menjelaskan aturan main sebagai berikut
Ø Jika ada klien yang neninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.
Ø Lama kegiatan 30 menit
Ø Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
b. Fase kerja
1) Leader menjelaskan kegiatan yang akan di lakukan, yaitu GANGGUAN SENSORI PRESEPSI : HALUSINASI SESI II
2) Terapis menghidupkan music dan membagi – bagikan : kertas, pensil, pensil, dan penghapus kepada peserta
3) Pada
saat dimatikan, peserta yang mendapat bola di minta untuk berdiri
menyebutkan nama, dan menceritakan gambar yang peserta buat.
4) Beri pujian pada klien atas kemampuannya.
c. Fase terminasi
1) Evaluasi
a) Evaluasi subjektif
Terapi menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
b) Evaluasi objektif
Terapis menanyakan kegiatan apa yang telah dilakukan
dan menganjurkan klien untuk menyebutkan kembali (beri reinforcement
positif bagi klien yang berhasil menjawab )
2) Rencana tindak lanjut
a. Mengajurkan klien untuk mengontrol halusinasi
b. Menganjurkan klien untuk memasukan kegiatan yang telah dianjurkan dalam jadwal kegiatan harian
3) Kontrak yang akan dating
a. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya
b. Cara mengontrol halusinasi
D. Antisipasi
1. Usahakan dalam keadaan terapeutik
2. Anjurkan kepada terapis agar dapat menjaga perasaan anggota kelompok, menahan diri untuk tertawa atau sikap menyinggung.
3. Bila
ada peserta yang di rencanakan tidak bisa hadir, maka diganti oleh
cadangan yang telah disiapkan dengan cara ditawarkan terlebih dahulu
kepada peserta.
4. Bila
ada peserta yang tidak menaati tata tertib, diperingatkan dan jika
tidak bisa diperingatkan, dikeluarkan dari kegiatan setelah dilakukan
penawaran.
5. Bila ada anggota cadangan yang ingin keluar, bicarakan dan dimintai persetujuan dari peserta TAK yang lain.
6. Bila
ada peserta TAK yang malakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
tujuan, leader memperingatkan dan mengarahkan kembali bila tidak bisa,
dikeluarkan dari kelompok.
7. Bila peserta fasif, leader memotivikasi dibantu oleh fasilitator.
E. Rencana Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Proposal sudah disetujui pembimbing
b. Persiapan dilakukan satu hari sebelumnya
c. Koordinasi dengan KARU unit klien, tempat dan waktu
d. Klien sudah di siapkansatuharisebelumnya ( kontrakjelas )
e. Diskusikan kelompok untuk pembagian tugas dalam TAG dan role play (leader, co leader, fasilitator, dan observer )
f. Media yang diperlukan sudah disiapkan satu jam sebelumnya
2. Evaluasi proses
a. Paserta aktif mengikuti kegiatan
b. Klien dapat mengikuti kegiatan sampai selesei
c. Waktu untuk kegiatan sesuai yang direncanakan
d. Leader dan co leader dapat mengarahkan peserta untuk aktif melaksanakan kegiatan
e. Fasilitator dapat memotivasi peserta untuk aktif menyeleseikan kegiatan
f. Observer dapat melaporkan jalanya kegiatan
3. Evaluasi hasil
100% klien dapat menyebutkan nama
100% klien dapat mencerikan tentang gambar klien buat
100% klien dapat mengontrol halusinasi
100% klien dapat mengikuti jalannya TAK sampai kegiatan selesai
Sesi II : TAK
Setimulus sensori
Kemampuan mengontrol halusinasi
No
|
Nama Klien
|
Menyebut isi halusinasi
|
Menyebut waktu terjadi halusinasi
|
Menyebut situasi terjadi halusinasi
|
Menyebut perasaan saat halusinasi
|
1
| |||||
2
| |||||
3
| |||||
4
| |||||
5
| |||||
6
| |||||
7
|
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk
tiap klien, beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi : isi, waktu,
situasi, dan perasaan. Beri tanda ceklist jika klien mampu dan tanda
silang jika klien tidak mampu.
STRATEGI PELAKSANAAN
TAK STIMULUSASI PERSEPSI : HALUSINASI
SESI : II MELAKUKAN KEGIATAN MENGGAMBAR DAN MENJELASKAN GAMBAR
PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN ( STRATEGI KEGIATAN )
- Fase Orientasi
1. Salam Terapeutik
Leader : “Assalamualaikum Wr.Wb….Selamat pagi dan Ibu semuanya. Perkenalkan nama saya Brother Abdul Muhamad, saya biasa dipanggil Abdul,
saya dari Akper Husada Karya Jaya yang akan memimpin jalannya permainan
sampai dengan selesai, dan tak lupa rekan disamping kiri saya Listriyani, kemudianDewi, putri dan disebelah sana ada Septi, kalau sudah tahu nama kita semua boleh gantian kenalannya ? coba perkenalkan dirinya masing- masing.
2. Evaluasi / validasi
Leader : “Bagaimana perasaan semuanya pada pagi ini? Sudah makan ? Bagaimana tidurnya semalam nyenyak atau tidak ?”
3. Kontrak
Leader : “Pagi ini kita akan melakukan suatu kegiatan, tujuannya agar. Ibu semuanya dapat mempersepsikn gambar yang telah ibu buat.
Leader :
“Saya akan menjelaskan peraturan kegiatan hari ini, yaitu : Pertama
Apabila Ibu ingin meninggalkan kelompok, Ibu harus memberi tahu saya.
Kedua Lamanya kegiatan kita ini adalah 35 menit. Ketiga Ibu harus mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
Tujuan : Klien dapat mengenal gambar yang dibuat dan menjelaskan apa isi dari gambar tersebut, Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi.
B. Fase kerja
Co – Leader : “Baiklah Ibu, kegiatan kita hari yaitu menggambar dan menjelaskan, nanti coba ibu jelaskan apa maksud dari gambar ibu tersebut’’.
Co – Leader : ”Baiklah sekarang kita sekarang kita mulai memutarkan bola dan bola berhenti pada saat musik berhenti, maka yang mendapatakan bola harus menjelaskan isi dari gambar tersebut ?
Co – Leader : ”Bagus ibu telah menceritakan gambar yang ibu buat, apakah
ibu – ibu yang lain mau menjelaskan apa yang telah ibu gambar. ‘’ Wah
ibu – ibu yang ada disisni semua hebat yah, sudah dapat menceritakan
gamabar yang ibu buat. Mari kita bertepuk tangan bersama – sama......’’
C. Fase Terminasi
Leader
1. Evaluasi
“ Bagaimana perasaan ibu – ibu setelah mengikuti TAK hari ini ? “................
Setelah melakukan TAK saya menyimpulkan Ibu dapat merespon stimulus
halusinasi, dapat mengendalikan halusinasinya, dapat bekerja sama dengan
yang lain’’.
2. Rencana tindak lanjut
“ saya harap ibu – ibu yang disini dapat melatih kemampuannya dalam
mengendalikan halusinasinya dengan cara melakukan kegiatan menggambar “.
3. Kontrak yang akan datang
“ TAK untuk merespon stimulus halusinasi telah selesai untuk TAK,
selanjutnya akan dilakukan akan dilakukan oleh kelompok yang selanjutnya
dan perawat ruangan. Apa ibu semuanya setuju ?........Baiklah,
wasalamualaikum Wr.Wb.
SRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Pertemuan : I / SP I
Hari / Tanggal : Selasa , 08 Januari 2013
Ruangan : Kenanga
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Data subjektif :
a. Klien mengatakan “mendengar suara bisikan seperti memanggil-manggil namanya”.
b. Klien mengatakan “kesal”
c. Klien mengatakan “mendengar suara yang mengajk dirinya bercakap-cakap”
d. Klien mengatakan “mendengar suara yang menyuruhmelakukan sesuatu yang berbahaya”
Data objektif :
a. Klien tampak bicara sendiri
b. Klien tampak tertawa sendiri.
c. Klien tampak marah tanpa sebab.
d. Klien tampak mencondongkan telinga ke arah tertentu.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
3. Tjuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
c. klien dapat mengontrol halusinasinya.
4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Identifikasi jenis halusinasi klien.
c. Identifikasi isi halusinasi klien.
d. Identifikasi waktu halusinasi klien
e. Identifikasi frekuensi halusinasi klien
f. Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi klien
g. Ajarkan klien menghardik halusinasi
h. Anjurkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian.
B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi.
a. Salam terapeutik
Selamat
sore ibu, perkenalkan nama saya suster Raden Putri , biasa dipanggil
suster putri. Saya adalah Mahasiswa Akper HKJ, saya akan praktek disini
selama 3 minggu, kalau saya boleh tau, nama ibu siapa? Dan panggilan
yamg ibu suka siapa?
b. Evaluasi validasi
bagaimana perasaan Ny.R hari ini?
Bagaimana tidurnya semalam ?
c. Kontrak
Topik :
Ny.R untuk pertemuan ini kita akan berkenalan dan berbincang-bincang
tentang suara-suara yang Ny.R dengar dan cara mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik.
Waktu :
Ny.R mau berapa lama kita berbincang-bincang tentang suara-suara yang
Ny.R dengar dan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik ?
bagaimana kalau 15 menit ? mulai pukul 09.00 s.d 09.15 WIB.
Tempat : Ny.R mau berbincang-bincang ? bagaimana kalau dimeja makan?
Tujuan :
Ny.R, tujuan pertemuan kita hari ini agar saya dapat mengenal ibu lebih
dekat dan ibu juga mengenal saya. Tujuan kita berbincang-bincang agar
ibu dapat mengenal dan mengontrol halusinasi yang ibu alami.
2. Fase kerja
Ny.R
sudah lama disini ? apa Ny.R masih ingat siapa yang membawa Ny.R disini
? kejadian apa yang menyebabkan ibu dibawa kesini ? apakah ibumendengar
suara tanpa ada wujudnya? Apakah terus menerus terdengar atau
sewaktu-waktu? Kapan paling sering ibu mendengar suara? Berapa kali
sehari ibu mengalami hal tersebut? Pada keadaan apa suara itu terdengar?
Apakah pada waktu sendiri? Apa yang ibu rasakan jika mendengar suara
itu? Dan apa yang ibu lakukan? Apakah dengan cara itu suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu
tidak muncul? Sekarang saya akan mengajarkan kepada ibu bagaiamana cara
mengontrol halusinasi, caranya adalah dengan menutup kedua telinga
dengan kedua tangan dan katakan “ pergi!! Aku tidak mau mendengar suara
itu !! suara itu palsu !! “. Nah sekarang coba Ny.R ulangi apa yang
telah saya ajarkan. ,,,,Bagus,,,,, Ny.R pintar....
3. Fase terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi klien (subjektif)
Bagaimana
perasaan Ny.R setelah berkenalan dan berbincang-bincang tentang
suara-suara yang Ny.R dengar? Bagaimana perasaan Ny.R setelah mencoba
cara memutus halusinasi dengan cara menghardik?
2) Evaluasi objektif
Coba Ny.R sebutkan lagi siapa nama saya?
Coba ibu sebutkan lagi cara mengontrol halusinasi seperti yang telah saya ajarkan tadi?
b. Rencana Tindak Lanjut.
kalau suara-suara itu muncul lagi, coba cara tersebut !
bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa Ny.R latihan mengontrol halusinasi dengan cara menghardik?
c. kontrak yang akan datang
Topik : bu
besok kita akan berbincang-bincang tentang cara mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Waktu : Ibu mau berbincang-bincang jam berapa? Berapa lama? 15 atau 10 menit?
Tempat : ibu mau berbincang-bincang dimana? Dimeja makan atau di taman?
0 Comments
Catatan:
EmojiUntuk menyisipkan kode, gunakan tag <i rel="pre">KODE ANDA DI SINI...</i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan tag <i rel="image">URL GAMBAR ANDA DI SINI...</i>
Untuk menyisipkan judul, gunakan tag <b rel="h3">JUDUL ANDA DI SINI...</b>
Untuk menyisipkan catatan, gunakan tag <b rel="quote">CATATAN ANDA DI SINI...</b>
Untuk menciptakan efek tebal gunakan tag <b>TEKS ANDA DI SINI...</b>
Untuk menciptakan efek huruf miring gunakan tag <i>TEKS ANDA DI SINI...</i>
Mohon Berkomentarlan dengan baik sesuai dengan tema / isi posting di atas
Serta tidak mengandung PORNO,SARA,KATA2 KASAR DAN JOROK
Terima kasih atas perhatianya :)