BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara umum kanker serviks diartikan sebagai suatu kondisi
patologis, dimana terjadi pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol pada leher
rahim yang dapat menyebabkan gangguan terhadap bentuk maupun fungsi dari
jaringan leher rahim yang normal. Pada kasus keganasan secara obyektif masih
belum bisa diketahui secara pasti akibat belum akuratnya data-data penunjang
untuk dapat ditegakkanya suatu diagnose kanker serviks. Adanya tanda-tanda
keganasan yang diketahui dari hasil Pap smear bukan merupakan tanda pasti dari
kanker serviks sehingga penegakan diagnose harus ditunjang dengan hasil biopsi.
Kondisi ini dipersulit oleh karena derajat kanker klien masih tahap dini
sehingga secara makroskopis penegakan diagnosenya masih belum akurat.
Jika dilihat dari etiologi terjadinya kanker leher rahim,
pada kasus ini tidak ditemukan kecurigaan keterlibatan salah satu faktor secara
dominan, seperti perilaku seksual klien maupun pasangan, faktor karsinogenik
dari lingkungan maupun penyakit yang bisa menjadi predisposisi timbulnya kanker
serviks. Penelusuran terhadap keturunan sebagai upaya penemuan faktor genetika,
juga tidak mampu dijadikan pedoman faktor yang terlibat dalam terjadinya kanker
pada klien.
Kebiasaan penggunaan pembersih vagina (Lab.
Ilmu Penyakit Kandungan RSUD Dr. Soetomo, 1994), dapat menjadi predisposisi
timbulnya vaginitis maupun infeksi jamur lainnya. Dengan demikian dapat
diasumsikan bahwa bisa saja kontak dengan pembersih vagina ini menjadi faktor
pencetus gangguan keseimbangan asam basa dalam vagina yang dapat mempermudah
timbulnya infeksi 1ntravgina baik oleh bakteri maupun virus yang pada akhirnya
dapat menyebabkan iritasi dan tanda-tanda keganasan.
kanker serviks masih merupakan momok bagi
semua wanita dan merupakan masalah besar dalam upaya pengembangan kesehatan di
Indonesia sehingga penatalaksanaannya memerlukan partisipasi dan kerjasama dari
semua pihak termasuk profesi keperawatan.
B.
Tujuan
1. Tujuan
Instruksional Umum
Untuk
memberikan Asuhan Keperawatan kepada ibu dengan Suspek Ca. Serviks di ruang B3
gynekologi
2.
Tujuan Intruksional Khusus
a.
Dapat melakukan pengkajian
pada ibu dengan suspek Ca. Cervik
b.
Dapat menetapkan rencana keperawatan pada ibu
dengan suspek Ca. Serviks
c.
Dapat menerapkan rencana keperawatan pada ibu
dengan suspek Ca. Serviks.
d.
Dapat melakukan evaluasi keperawatan pada ibu
dengan suspek Ca. Serviks.
C.
Metode Penulisan
Metode
penulisan makalah ini menggunakan metode studi kasus dengan pengumpulan data
secara observasi langsung dan wawancara.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Kanker servik
atau kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau
serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina) sebagai
akibat dari adanya pertumbuhan yang tidak terkontrol (Winkjosastro, 1999).
Kanker serviks
adalah penyakit akibat dari tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat
dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan
normal di sekitarnya (FKUI, 1990)
B.
Etiologi
Menurut
(Winkjosastro, 1999) Penyebab terjadinya kelainan pada sel-el serviks tidak
diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh
terhadap terjadinya kanker servik yaitu:
1. HPV (Human
Papiloma virus) adalah virus penyebab kutil genetalis (Kondiloma akuminota)
yang ditularkan melalui hubungan seksual, varian yang sangat berbahaya adalah
HPV tipe 16,18,45 dan 56.
2. Merokok;
tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi HPV pada serviks.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.
4. Berganti-ganti
pasangan seksual.
5. Jumlah
kehamilan dan partus; kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering
partus semakin besar kemungkinan mendapat karsinoma serviks
6. AKDR (Alat
kontrasepsi dalam rahim); Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks
yaitu bermula dari erosi serviks yang kemudian menjadi ineksi yang berupa
radang yang terus menerus.
7. Infeksi herpes
genetalis atau infeksi klamida menahun.
8. Golongan
ekonomi lemah (karena tidak mapu melaksanakan pupsmear secara rutin) erat
kaitanya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perorangan.
C.
Patofisiologi
Pada awal perkembangannya kanker serviks tidak memberi tanda-tanda dan
keluhan, pada pemeriksaan dengan spekulan, tampak sebagai porsio yang erosif
(Metaplasia Squamora) yang fisiologik atau patologik. Tumor dapat tumbuh:
1.
Eksofilik, mulai dari squamo
– columnar (SCJ) ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami
infeksi sekunder dan nekrosis
2.
Endofilik, mulai dari SCJ
tumbuh ke dalam stroma servik dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi
ulkus
3.
Ulseratif, mulai dari SCJ
dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornless
vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Servik yang normal secara alami mengalami proses metaplasia (erosio)
akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi, dengan masuknya
mutagen yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik berubah
menjadi patologik (diplastik – diskoriotik) melalui tingkatan NIS – I, II, III
dan KIS yang akhirnya menjadi karsinoma invasive dan proses keganasan akan
berjalan terus. Umumnya fase prainvasif berkisar antara 3-20 tahun (rata-rata
5-10 tahun). Histopatologik sebagian besar (95-97%) berupa epidermoid atau
squamor cell carsinoma, sisanya adenokarsinoma, clearcell carsinoma /
mesonephroid carsinoma dan yang paling jarang adalah sarkoma.
Penyebaran pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening
menuju 3 arah : ke arah fornless dan dinding vagina, ke arah corpus uterus dan
ke arah parametrium. Pada tingkat lanjut dapat menginfiltrasi septum
rektovaginal dan kendung kemih.
D.
Klasifikasi Karsinoma
Serviks Berdasarkan Tingkat Keganasan
Tingkat keganasan klinik menurut FIGO,
1978 dikutip oleh Wiknjosastro, 1999
O : Karsinoma Insitu (KIS) atau karsinoma
intraepitel, membrana basalis masih utuh
I : Proses terbatas pada serviks walaupun ada
perluasan ke korpus uteri
Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membrana
kasalis sudah rusak dan sel tumor sudah memasuki stroma tidak lebih dari 1 mm,
dan sel tumor tidak terdapat dalam pembuluh limfe atau pembuluh darah
Ib.occ (Ib occult = tersembunyi) : secara
klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma tetapi pada pemeriksaan
histopatalogik ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia
Ib : secara klinis sudah diduga adanya tumor yang
histologik menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri
II : proses keganasan sudah keluar dari serviks
dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai
dinding panggul
IIa : penyebaran hanya ke vagina, parametrium
masih bebas dari infiltrat tumor
IIb : penyebaran ke parametrium, uni/bilateral
tetapi belum sampai dinding panggul
III : penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal
vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul
IIIa : penyebaran sampai ke 1/3 bagian distal
vagina sedang ke parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding
panggul
IIIb : penyebaran sudah sampai dinding panggul,
tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul
(frozen pelvic) atau proses pada tingkat klinik I dan II, tetapi sudah ada
gangguan faal ginjal
IV : proses keganasan telah keluar dari panggul
kecil dan melibatkan mukosa rectum dan atau kandung kemih (dibuktikan secara
histologik) atau telah terjadi metastase keluar panggul atau ke tempat-tempat
yang jauh
IVa : proses sudah keluar dari panggul kecil, atau
sudah menginfiltrasi mukosa rectum dan atau kandung kemih
IVb : telah terjadi penyebaran jauh
Sedangkan
pembagian tingkat keganasan menurut sistem TNM
T : tak ditemukan tumor primer
T1S : karsinoma pra-invasif,
ialah KIS (karsinoma insitu)
T1 : karsinoma terbatas
pada serviks (walaupun adanya perluasan ke korpus uteri)
T1a : pra-klinik adalah
karsinoma yang invasive dibuktikan dengan pemeriksaan histologik
T1b : secara klinis jelas
karsinoma yang invasive
T2 : karsinoma telah meluas
sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau karsinoma
telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal
T2a : karsinoma belum
menginfiltrasi parametrium
T2b : karsinoma telah
menginfiltrasi parametrium
T3 : karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal
vagina atau telah mencapai dinding panggul
T4 : karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rectum
atau kandung kemih atau meluas sampai di luar panggul
T4a : karsinoma melibatkan
kandung kemih atau rektum saja dan dibuktikan secara histologik
T4b : karsinoma telah meluas
sampai di luar panggul
Nx : bila tidak memungkinkan untuk menilai
kelenjar limfe regional. Tanda -/+ ditambahkan untuk ada / tidaknya informasi
mengenai pemeriksaan histologik, jadi : NZ + atau NX-
N0 : tidak
ada deformite kelenjar limfe pada limfografi.
N1 : kelenjar
limfe regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara-cara diagnostik
yang tersedia (misal : limfografi, CT-Scan panggul)
N2 : teron
massa padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltra dan
diantara masa ini dengan tumor.
M0 : tidak
ada metastase berjarak jauh.
M1 : terdapat
metastase berjarak jauh, termasuk kelenjar limfe di atas biforkosia arteri
ilioka komunis.
E.
Manifestasi Klinik
Manifestasi
klinik dari karsinoma servik meliputi:
1.
Keputihan
yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2.
perdarahan
yang terjadi diluar senggama (tingkat II dan III).
3.
Perdarahan
yang dialami segera setelah senggama (75-80%).
4.
Pedarahan
spontan saat defekasi.
5.
perdarahan
spontan pervaginam.
6.
Anemi
akibat perdarahan berulang
7.
Rasa
nyeri akibat infiltrasi sel tumor keserabut saraf.
F.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Sitologi / pap smear
Keuntungan
: murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan
: tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
2.
Schillentest
Epitel
karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikbat yodium maka
epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena
karsinoma tidak berwarna.
3.
Fotoskopi
Keuntungan
: dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan
biopsi.
Kelemahan
: hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelainan
pada squamea columner juction dan intraservikal tidak terlihat.
4.
Kolpomikroskopi
Melihat
hapusan (pop smear) dengan pembesaran sampai 200 kali.
5.
Biopsi
Dengan
biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6.
Konisasi
Dengan
cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel gepeng
serta kelenjarnya. Dilakukan bila
hasil sitologi dan pada servik tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.
G.
Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosa telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
kanker / tim onkologi.
1.
Pada Tingkat Klinis (KIS)
tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi, elektrofigerasi, bedah krio atau
dengan sinar laser, kecuali bila yang menangani seorang ahli dalam kolposkopi
dan penderinta masih muda dan belum mempunyai anak. Jika penderitanya telah
cukup anak dan cukup tua dilakukan histerektomi sederhana. Jika operasi
merupakan suatu kontraindikasi aplikasi radium dengan dosis 6500 – 7000 rads/c
by dititik A tanpa penambahan penyinaran luar.
2.
Pada tingkat klinik Ia
penanganannya seperti pada KIS
3.
Pada tingkat klinik Ib, Ib
OCC dan IIa dilakukan histerektomi medical dengan limfatenektomi panggul, pasca
bedah biasanya dilanjutkan dengan penyinaran, tergantung ada / tidaknya sel
tumor dalam kelenjar limfe regional yang diangkat.
4.
Pada tingkat IIb, III dan IV
tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, tindakan primer adalah radioterapi.
5.
Pada tingkat klinik IVa dan
IVb penyinaran hanya bersifat paliatif, pemberian kematherapi dapat
dipertimbangkan.
H.
Pengkajian Fokus
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1.
Data
pasien : identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan, jumlah anak,
agama jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
2.
Keluhan
utama : keluhan pasien yang paling menonjol
3.
Riwayat
penyakit sekarang dan dahulu.
4.
Riwayat
obstetri : GPA, infeksi masa nifas, operasi kandungan, tumor
5.
Riwayat keluarga
6.
Pemeriksaan fisik
7.
Pemeriksaan penunjang
a.
Kemoterapi (smostatika) pada
karsinoma serviks
Peranan
kemoterapi pada karsinoma serviks masih dalam tahap penelitian, kebanyakan
terapi sitostika hanya bersifat adjuvant (tambahan). Pengobatan standar operasi
dan radiasi. Pegmen yang sering digunakan adalah :
-
Mitomycin C (CMMC) sebagai
terapi tunggal
-
Mitomycin C – 6
Flaarounracil (MMC – 5 FV)
-
Mitomycin C – Bleomicin (BM)
Atau kombinasi berdasarkan air platinum misalnya :
-
Mitomycin C – Cisplatinum
(MMC-P)
-
Mitomycin C – Oncovin –
Cisplatinum – Bleamycin (MOPB)
-
Pirubian – Cisplatinom (EP)
-
Cisplatinum – Vinblastin –
Bleomycin (PVB)
Respon pengobatan dengan sistastika berkisar antara 19–50%, Pemberian
sitastika pada karsinoma serviks dilakukan sebelum terapi pembedahan atau
radiasi. Pemberian sitostatika cara ini disebut sebagai terapi neoadjuvant
dengan hasil cukup menggembirakan.
Syarat pemberian :
Sebelum pengobatan dimulai syarat atau kondisi
harus dipenuhi yaitu:
1)
Keadaan
umum harus baik / cukup baik
2)
Penderita
mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek samping yang akan terjadi
3)
Faal
ginjal (kadar ureum < 40 mg% dan kreatinin < 1,5 mg%) dan faal hati baik
4)
Diagnosis histopatologis
diketahui
5)
Jenis
kanker diketahui sensitif terhadap kemoterapi
6)
Hemoglobin > 10 gr %
7)
Leukosit > 5000 /ml
8)
Trombosit > 100.000 /ml
Efek Toksik
Gejala-gejala toksik yang sering tampak adalah :
1)
Efek pada fraktur digestivus
: gingivitis, stomatitis, diare, mual, muntah dan perdarahan usus.
2)
Gangguan sumsum tulang :
anemi, leukopeni dan trombositopeni
3)
Gangguan
faal hati, kenaikan suhu, hiperpigmentasi kulit dan gatal-gatal
4) Gangguan faal ginjal, kenaikan kadar ureum dan
kreatinin
5)
Alopesia juga sering
dijumpai
Untuk mengetahui pengaruh toksik sebaiknya tiap minggu dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Apabila jumlah leukosit < 3000 /ml, kadar Hb <
8 gr% dan trombosit < 100.000 /ml tanpa gejala lain yang berat, pengobatan
harus segera ditunda atau dihentikan, setelah keadaan pulih pengobatan dapat
diteruskan mula-mula ½ dosis, kemudian ¾ sampai dosis penuh apabila tidak
tampak pengaruh hoksik lagi. Untuk mengatasi gejala-gejala ringan seperti
mual-muntah diobati secara sintomatik, anemi. Leukopeni dan trombositopeni
dapat diobati dengan transfusi darah segar atau tranfusi eritrosit, trombosit
atau leukosit.
Evaluasi pengobatan :
1)
Lama hidup
Merupakan
indeks yang sangat baik untuk menilai respon pengobatan karena tujuan
pengobatan adalah memperpanjang hidup tanpa penurunan kualitas hidup.
2)
Obyektif
-
Complete Respons (CR), lesi
yang ada hilang semua dan tidak ada lesi baru.
-
Partial
Respons (PR), ukuran diameter (2 diameter saling tegak lurus) mengecil 50%.
-
No
Change (NC), tidak ada perubahan ukuran tumor, bertambah atau berkurang 25%,
tidak ada lesi baru.
-
Progres
Disease (PD), ukuran tumor bertambah lebih dari 25% atau ada lesi baru.
b.
Radioterapi pada karsinoma
serviks
Dalam
menentukan dosis dan teknik radiasi pada pengobatan karsinoma serviks perlu
dipertimbangkan faktor daya toleransi dari jaringan-jaringan di dalam rongga
pelvis. Jaringan penyusunan serviks merupakan jaringan yang paling tahan
terhadap radiasi dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Dosis antara 20.000 – 30.000
rad dalam 2 minggu masih dalam batas daya tahannya. Pembatasan dosis ditentukan
oleh daya tahan dari usus, ureter dan kantung kemih, karena organ tersebut
mempunyai daya toleransi yang lebih rendah. Dosis radiasi lokal melebihi 500 rd
dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang cukup berat seperti timbulnya ulserasi
pada mukosa yang dapat menimbulkan fisiola.
Teknik
radiasi :
1)
Radiasi lokal (Intrakaviter)
-
Radium atau zat radioaktif
lainnya diletakkan intravaginal dan intrauterine dengan menggunakan aplikator.
-
Pada teknik sockholm digunakan
radiasi dengan muatan radium yang agak tinggi, diberikan 2 kali dengan waktu
diantaranya 3 minggu, dengan tiap kali pemasangan berlangsung 24-30 jam. Radium
diberikan intra uterin dan intravaginal. Untuk menghindarkan tingginya dosis di
rectum dan buli dipergunakan kain basa yang diletakkan antara box dan dinding
posterior dan anterior vagina. Teknik ini memberikan dosis radiasi yang tinggi pada serviks, fundos dan
rongga vagina proksimal, tetapi relatif rendah ke arah lateral.
-
Teknik
paris digunakan radium bermuatan lebih rendah dan diberikan hanya … antara
96-200 jam. Aplikasi intervaginal terdiri 2 buah silinder yang … bermuatan 13,3
mg dan di muka ostium bermuatan 6,6 mg.
-
Teknik
Manchester menggunakan muatan radium lebih
Rendah dari Stockholm. Umumnya diberikan Ditetapkan
dalam rad.
2) Teknik
After – Loading
-
After loading manual :
aplikator intrauterine dan dipasang
menggunakan radiodiagnostik / lokalisator.
-
Remote
controlled after – loading system, setelah tempat penyimpanan radioaktif, cara
memasukkan obat .selesai tombol lain ditekan sehingga zat radiokatif .
3) Radiasi
Eksternal
-
Luas lapangan penyinaran
meliputi daerah kelenjar limfe sekitar a.abstruttora sampai pertemuan
a.dilkomunis biasanya luasnya 15 x 12 cm – 15 x 18 cm. Daerah yang telah
mendapat radium intrakaviter selebar antara titik 4 kanan dan kiri ditutup
dengan blok timah hitam. Penutupan dilakukan pula pada daerah kaputfermorsis
dan sebagian pelvis lateral bagian atas untuk mengurangi bahaya usus-usus
terkena radiasi. Dosis yang masih termasuk dosis toleransi ialah 200 rad
sehari, 5 x seminggu dan out dosis total sekitar 500 rad dalam 5 minggu. Dapat pula diberikan 300 rad tiap kali, 3x
seminggu dengan dosis total 4500 rad.
Kombanasi antara radiasi lokal
(intrakaviter) dan radiasi eksternal merupakan pilihan yang umumnya diberikan
dengan cara :
1)
Radiasi
lokal (intrakaviler) dapat memberikan dosis yang tinggi dan korpus uteris,
tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya, sehingga dosis ke
rectum, sigmoid, kandung kemih dan ureter dapat dibatasi sampai batas-batas
daya tolerensi.
2)
Kemungkinan
timbulnya metastase limfogen pada ca.serviks cukup tinggi oleh karena itu
kelenjar-kelenjar di dalam panggul kecil harus mendapat penyinaran juga. Dosis
radiasi intrakaviter cepat menurun di luar uterus, sehingga dosis yang sampai
kelenjar limfe sangat rendah. Untuk dapat mencapai dosis yang mengamankan
metastase kelenjar limfe ini diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan
distribusi dosis yang merata pada daerah yang lebih luas.
Kombinasi
radiasi eksternal dan intrakaviter bergantung pada stadium ca.cerviks.
- Stadium I + I : aplikasi raium 6500 rad dengan 2x aplikasi.
Radiasi eksternal : 5000 rad/5 minggu
dengan blok timah pada daerah aplikasi radium.
- Stadium III : pertama-tama
radiasi eksternal seluruh pelvis (tanpa blok timah) 2000-3000 rad, kemudian
aplikasi radium 4500-5000 rad.
- Stadium IV : hanya radiasi eksternal untuk pengobatan
(Wiknjosastro, 1999)
J.
Diagnosa
Keperawatan dan Intervensi
1.
Gangguan perfusi jaringan
(anemia) berhubungan dengan perdarahan intra servikal.
Tujuan : setelah
diberikan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik.
Kriteria hasil :
a.
Perdarahan intra servikal berkurang
b.
Konjungtiva tidak anemis
c.
Mukosa bibir lembab dan kemurahan
d.
Ektremitas hangat
e.
Tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
§ Observasi
tanda vital setiap 8 jam
§ Observasi perdarahan (jumlah, warna, lama)
§ Kolaborasi
-
Pemasangan tampon vagina
-
Therapi untuk menghentikan
perdarahan dan anemia
-
Pemberian oksigen (bila perlu)
-
Pemeriksaan laboratorium : Hb
2.
Resiko defisit volume cairan
berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui rute normal, abnormal,
mual-muntah, perdarahan.
Tujuan : klien menunjukkan keseimbangan cairan yang
adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
§ Membran mukosa lembab
§ Turgor baik
§ TTV stabil
§ Intake dan output seimbang
Intervensi :
§ Pantau masukan dan haluaran urine
§ Evaluasi TTV setiap 8 jam
§
Evaluasi
nadi perifer dan pengisian kapiler
§
Kaji
turgor kulit dan kelembaban membran mukosa
§ Dorong pemasukan cairan sesuai toleransi klien
§
Observasi
adanya mual-muntah dan perdarahan
§ Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi
§ Kolaborasi
pemeriksaan laboratorium
3.
Resiko infeksi berhubungan
dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder adanya imonosupresi, supresi sumsum
tulang dan pengeluaran pervaginaan.
Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
§ Tidak ada tanda-tanda infeksi
§ TTV dalam batas normal
§
Hasil
laboratorium dalam batas normal : leukosit
Intervensi :
§ Tekankan klien pada hygiene personal khususnya hygiene perineal dan
oral.
§ Pantau TTV
§ Gerakan prinsip aseptic dalam memberikan perawatan.
§
Tempatkan
klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi
§ Kolaborasi pemeriksaan kultur
§ Kolaborasi pemberian antibiotik
§ Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : leukosit
4.
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan stomatitis, mual-mual dan anoreksia.
Tujuan : status nutrisi dipertahankan untuk memenuhi
kebutuhan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
§ Konjungtiva tidak anemis
§ Sklera tidak ikterik
§ BB dalam batas normal
§ Hasil laboratorium dalam batas normal
Intervensi :
§ Pantau masukan makanan setiap hari
§ Ukur BB setiap hari / sesuai indikasi
§ Dorong klien untuk makanan tinggi kalori dan
protein
§ Identifikasi suasana makan yang menyenangkan
§ Dorong klien untuk makan sedikit tetapi sering
§ Kolaborasi :
-
Pemberian obat sesuai
indikasi
-
Pemeriksaan laboratorium : Hb
5.
Gangguan rasa nyaman : nyeri
berhubungan dengan invasi kanker ke serabut saraf.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1 x 24 jam diharapkan klien tahu cara mengatasi nyeri.
Kriteria hasil :
§ Klien mampu melakukan teknik / cara-cara mengatasi nyerinya.
§ Intensitas nyeri berkurang
§ Ekspresi muka dan tubuh rileks
Intervensi :
§ Kaji karakteristik nyeri – PQRST
§ Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
§ Libatkan keluarga dalam melakukan intervensi
§ Kolaborasi pemberian analgetik
§ Kaji efektifitas analgetik.
6.
Ansietas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya.
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan perawatan selama 1 x 30 menit ansietas / cemas berkurang.
Kriteria hasil :
§ Ansietas berkurang
§
Klien
mengutarakan cara untuk menurunkan berat badan
Intervensi :
§ Kaji tingkat ansietas klien
§
Berikan
kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
§ Identifikasi support system dalam keluarga
§
Dorong
diskusi terbuka system dalam keluarga
7.
Kurang
pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan tidak
mengenai sumber informasi.
Tujuan : setelah
diberikan tindakan perawatan selama 1 x 30 menit klien dan keluarga tahu
tentang penyakit dan pengobatannya.
Kriteria hasil :
§ Klien mampu menyebutkan cara pengobatan penyakitnya
§
Klien
mampu menyebutkan efek samping pengobatan
Intervensi :
§
Kaji
tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang ca.cervik dan pengobatannya
§
Berikan
pendidikan kesehatan tentang ca.cerviks dan pengobatannya.
8.
Gangguan
body image berhubungan dengan bau tidak enak pada vagina, alcopesia akibat efek
pengobatan.
Tujuan : setelah
diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi diri dan persepsi klien
menjadi stabil.
Kriteria hasil :
§ Klien mampu mengekspresikan perasaannya
§ Klien mampu membagi perasaan dengan keluarga dan perawat.
§
Klien
mampu menerima perubahan pada dirinya
§
Klien
mampu berpartisipasi dalam perawatan diri
Intervensi :
§
Kontak
dengan klien sering dan perlakuan klien dengan hangat dan sikap positif
§
Berikan
dorongan pada klien untuk mengekskresikan perasaan dan pikiran tentang kondisi,
kemajuan, prognosa, sifat pendukung dan pengobatan.
§
Bantu
klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri, hubungan inter
personal, kekuatan pribadi dan pengertian serta perkembangan spiritual dan
normal.
§ Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan
§
Bantu
dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.
9.
Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan kemoterapi, radiasi dan penurunan
imonulogis.
Tujuan : klien tidak mengalami kerusakan integritas
kulit setelah diberikan perawatan selama 3 x 24 jam
Kriteria hasil :
§ Integritas kulit utuh
Intervensi :
§ Kaji kulit dari efek samping terapi kanker
§ Gunakan air hangat dan sabun ringan pada waktu mandi
§ Anjurkan klien untuk tidak menggaruk
§ Ubah posisi / alih baring sesering mungkin
§ Hindari untuk memakai krim apapun kecuali resep
dari dokter
§ Kolaborasi pemberian obat topical.
10. Perubahan pola seksual berhubungan dengan bau tidak enak pada vagina.
Tujuan : pola seksual tidak mengalami perubahan /
gangguan setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
§ Klien / pasangan dapat mengungkapkan penerimaan akan perubahan pola
seksual.
Intervensi :
§ Jelaskan efek penyakit, kesehatan fungsi seksual
§ Diskusikan perasaan klien terhadap fungsi seksual
§ Diskusikan masalah tersebut dengan pasangan
§ Beri waktu sendiri untuk klien membicarakan masalah pola seksual.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri
& Ginekologi FK. Unpad.1993. Ginekologi. Elstar. Bandung
Carpenito,Lynda Juall, 2001. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Edisi 8.EGC. Jakarta
Friedman,Borten,Chapin. 1998. Seri Skema Diagnosa & Penatalaksanaan Ginekologi. Edisi 2.
Bina Rupa Aksara. Jakarta
Galle,Danielle. Charette,Jane. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta.
Hartono,Poedjo. 2000. Kanker Serviks, Leher Rahim
& Masalah Skrining Di Indonesia. Kursus Pra Kongres KOGI XI
Denpasar.Mombar Vol. 5 No.2 Me] 2001
............... 2001. Diktat Kuliah Ilmu Keperawatan
Maternitas TA: 2000/2001 PSIK.FK. Unair,Surabaya.
Saifudin,Abdul Bari dkk, 2001. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo & JNKKR -POGI, Jakarta.
1 Comments
terimakasih banyak udah share... :)
ReplyDeleteCatatan:
EmojiUntuk menyisipkan kode, gunakan tag <i rel="pre">KODE ANDA DI SINI...</i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan tag <i rel="image">URL GAMBAR ANDA DI SINI...</i>
Untuk menyisipkan judul, gunakan tag <b rel="h3">JUDUL ANDA DI SINI...</b>
Untuk menyisipkan catatan, gunakan tag <b rel="quote">CATATAN ANDA DI SINI...</b>
Untuk menciptakan efek tebal gunakan tag <b>TEKS ANDA DI SINI...</b>
Untuk menciptakan efek huruf miring gunakan tag <i>TEKS ANDA DI SINI...</i>
Mohon Berkomentarlan dengan baik sesuai dengan tema / isi posting di atas
Serta tidak mengandung PORNO,SARA,KATA2 KASAR DAN JOROK
Terima kasih atas perhatianya :)