A.
Konsep Medis
- Pengertian
a.
Infeksi pernapasan akut adalah
proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikoplasma), atau
aspirasi subtansi asing yang melibatkan satu atau semua bagian saluran
pernapasan (Wong Donna, 2004).
b.
ISPA adalah infeksi-infeksi
yang disebabkan oleh mikroorganisme dan terbatas pada struktur-struktur saluran
napas termasuk rongga hidung, faring, dan laring (Corwin Eli Zabeth.J, 2000).
Dari pengertian diatas maka penulis
berkesimpulan ISPA adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran
pernafasan atas yaitu hidung, sinus, faring, dan laring yang disebabkan oleh
bakteri dan virus.
- Anatomi Fisiologi
a.
Anatomi
Anatomi pernapasan gambar terlampir
Saluran pernapasan dibagi atas dua bagian :
1)
Saluran Pernapasan
Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas terdiri
atas hidung, faring, laring, dan epiglotis, yang berfungsi menyaring,
menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.
a)
Hidung
Bagian ini terdiri atas nares anterior
(saluran di dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi
bulu kasar yang bermuara ke rongga hidung. Bagian hidung lain adalah rongga
hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses
oksigenasi diawali dari sini. Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan
disaring oleh bulu-bulu yang ada di dalam vestibulum (bagian rongga hidung),
kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
b)
Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot,
memanjang mulai dari dasar tengkorak sampai dengan esofagus yang terletak di
belakang naso faring (di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan
di belakang laring (laringo faring).
c)
Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan
setelah faring yang terdiri atas bagian tulang rawan yang diikat bersama
ligamen dan membran, yang terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis
tengah.
d)
Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang
berfungsi membantu menutup laring ketika orang sedang menelan.
2)
Saluran Pernapasan
Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri
atas trakhea, tandan bronkhus, segmen bronkhus, dan bronkhiolus, yang berfungsi
mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.
a)
Trakhea
`Trakhea atau disebut sebagai batang
tenggorok yang memiliki panjang kurang lebih 9 cm dimulai dari laring sampai
kira-kira setinggi vertebra thorakalis kelima. Trakhea tersebut tersusun atas
enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin. Trakhea
ini dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang
dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
b)
Bronkhus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari
trakhea yang terdiri atas dua percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian
kanan lebih pendek dan lebar dari pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus
atas, tengah, dan bawah; sedangkan bronkhus kiri lebih panjang dari bagian
kanan yang berjalan dalam lobus atas dan bawah. Kemudian saluran setelah
bronkhus adalah bagian percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.
c)
Paru
Merupakan organ utama dalam sistem
pernapasan. Letak paru itu sendiri di dalam rongga thoraks setinggi tulang
selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi
oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis, kemudian juga
dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan. Paru sebagai alat
pernapasan utama terdiri atas dua bagian (paru kanan dan paru kiri) dan bagian
tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang
berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan
yang bersifat elastis, berpori, dan memiliki fungsi pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida.
b.
Fisiologi
Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi (pernapasan) di dalam
tubuh terdapat tiga tahapan yakni ventilasi, difusi, dan transportasi.
1)
Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan
masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer,
dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa hal yang mempengaruhi, di
antaranya adalah perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru. Semakin tinggi
tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian sebaliknya, semakin rendah
tempat tekanan udara semakin tinggi. Hal lain yang mempengaruhi proses
ventilasi kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi
atau kembang kempisnya, adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga
alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi
oleh sistem saraf otonom, terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan
relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf
parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat menyebabkan
vasokonstriksi atau proses penyempitan, dan adanya refleks batuk dan muntah
juga dapat mempengaruhi adanya proses ventilasi, adanya peran mukus ciliaris
yang sebagai penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat mengikat
virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians (complience)
dan recoil yaitu kemampuan paru untuk berkembang yang dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, di antaranya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan masih ada sisa udara sehingga
tidak terjadi kolaps dan gangguan thoraks atau keadaan paru itu sendiri.
Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli, surfaktan disekresi
saat klien menarik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan
CO2 atau kontraksi atau menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi
recoil terganggu maka CO2 tidak dapat keluar secara maksimal.
Pusat pernapasan yaitu medula oblongata dan pons pun dapat
mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat
pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat dengan baik merangsang
pusat pernapasan dan bila pCO2 kurang dari sama dengan 80 mmHg maka dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2)
Difusi Gas
Merupakan
pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO2 kapiler dengan
alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya, di antaranya, pertama, luasnya permukaan paru. Kedua, tebal membran respirasi/permeabilitas yang
terdiri atas epitel alveoli dan interstisial keduanya. Ini dapat mempengaruhi
proses difusi apabila terjadi proses penebalan. Ketiga, perbedaan
tekanan dan konsentrasi O2, hal ini dapat terjadi seperti O2 dari alveoli masuk
ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari
tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi) dan
pCO2 dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli. Keempat,
afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb
3)
Transportasi Gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler
ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi,
O2 akan berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam
plasma (3%). Kemudian pada transportasi CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk
karbominohemoglobin (30%), dan larut dalam plasma (5%), kemudian sebagian
menjadi HCO berada pada darah (65%).
Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, di
antaranya curah jantung (cardiac output) yang dapat dinilai melalui isi
sekuncup dan frekuensi denyut jantung. Isi sekuncup ditentukan oleh kemampuan
otot jantung untuk berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi denyut jantung
dapat ditentukan oleh keadaan seperti over load atau beban yang dimiliki
pada akhir diastol. Pre load atau jumlah cairan pada akhir diastol,
natrium yang paling berperan dalam menentukan besarnya potensi aksi, kalsium
berperan dalam kekuatan kontraksi dan relaksasi. Faktor lain dalam menentukan
proses transportasi adalah kondisi pembuluh darah latihan/olahraga (exercise),
hematokrit (perbandingan antara sel darah dengan darah secara keseluruhan atau
HCT/PCV), eritrosit, dan Hb.(Hidayat A. Aziz Alimul, 2006)
- Insiden
Infeksi Saluran Pernapasan akut (ISPA)
merupakan penyebab kematian anak yang utama di negara berkembang. Setiap
tahunnya diperkirakan 4 juta anak meninggal karena penyakit tersebut, terutama
oleh pneomonic (radang paru-paru) dan tuberkulosis. Khusus di Indonesia, ISPA
dikenal sebagai pembunuh nomor satu terhadap kematian seorang anak.
(Hubungan sanitasi rumah dengan kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak balita. Trisna Nindya S.
- Etiologi
Penyebab ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus,
Bordetella dan Korinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan
Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. (Info Penyakit Menular Departemen Kesehatan RI)
- Patofisiologi
Infeksi Saluran Pernapasan atas mencakup
Common cold (Batuk pilek) atau sorethroat (radang tenggorokan), laryngitis, dan
influenza tanpa komplikasi. Sebagian besar infeksi saluran nafas atas
disebabkan oleh virus, walaupun bakteri juga dapat terlibat baik sejak awal
atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus. Semua jenis infeksi
mengaktifkan respon imun dan peradangan sehingga terjadi pembengkakan dan edema
jaringan yang terinfeksi. Reaksi peradangan menyebabkan peningkatan pembentukan
mucus yang berperan menimbulkan gejala-gejala infeksi saluran pernapasan atas
yaitu hidung tersumbat, sputum berlebihan dan rabas hidung (pilek, nyeri
kepala, demam ringan dan melaise juga timbul sebagai reaksi peradangan. (Corwin
Eli Zabeth.J, 2000).
- Manifestasi Klinik
a.
Batuk
b.
Bersin
c.
Pengeluaran mucus
d.
Nyeri kepala
e.
Demam
f.
Malaise (tidak enak badan).
- Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah proses yang paling sering
digunakan dalam menegakkan diagnosis pada gangguan pernapasan atas.
a.
Kultur
Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme yang menyebabkan faringitis.
b.
Biopsi
Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil jaringan
tubuh, dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari faring, laring,
dan rongga hidung. Dalam tindakan ini mungkin saja pasien mendapat anastesi
lokal, tropical atau umum tergantung pada tempat prosedur dilakukan.
c.
Pemeriksaan pencitraan,
termasuk di dalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CT Scan, pemeriksaan
dengan zat kontras dan MRI (pencitraan resonansi magnetik). Pemeriksaan tersebut
mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari pemeriksaan diagnostik untuk
menentukan keluasan infeksi pada sinusitis atau pertumbuhan tumor dalam kasus
tumor.
- Penatalaksanaan Medis
a.
Istirahat yang cukup
b.
Minum sedikitnya 2 – 3 liter
air sehari, kecuali kalau pada kontra indikasi.
c.
Medikasi : gunakan semprot
hidung atau tetes hidung dua atau tiga kali sehari atau sesuai yang diharuskan
untuk mengatasi gejala hidung tersumbat.
d. Diberikan antibiotik apabila penyebabnya
adalah bakteri.
(Corwin Eli Zabeth.J, 2000).
0 Comments
Catatan:
EmojiUntuk menyisipkan kode, gunakan tag <i rel="pre">KODE ANDA DI SINI...</i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan tag <i rel="image">URL GAMBAR ANDA DI SINI...</i>
Untuk menyisipkan judul, gunakan tag <b rel="h3">JUDUL ANDA DI SINI...</b>
Untuk menyisipkan catatan, gunakan tag <b rel="quote">CATATAN ANDA DI SINI...</b>
Untuk menciptakan efek tebal gunakan tag <b>TEKS ANDA DI SINI...</b>
Untuk menciptakan efek huruf miring gunakan tag <i>TEKS ANDA DI SINI...</i>
Mohon Berkomentarlan dengan baik sesuai dengan tema / isi posting di atas
Serta tidak mengandung PORNO,SARA,KATA2 KASAR DAN JOROK
Terima kasih atas perhatianya :)