BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem imun terbentuk dari sel-sel darah putih, sumsum tulang dan jaringan limfoid yang
mencakup kelenjar timus, kelenjar limfe, lien, tonsil serta adenoid.
Diantara sel-sel darah putih yang terlibat dalam imunitas terdapat limfotik B (sel B) dan limfosit limfosit T (sel T). Kedua sel ini berasal dari limfoblast yang
dibuat dalam sumsum tulang. Limfosit B mencapai maturitasnya dalam
sumsum tulang dan kemudian memasuki sirkulasi darah, limfosit T bergerak
dari sumsum tulang ke kelenjar timus tempat sel-sel tersebut mencapai
maturitasnya menjadi beberapa jenis sel yang dapat melaksanakan berbagai
fungsi yang berbeda.
Struktur yang signifikan lainya adalah kelenjar limfe, lien, tonsil dan adenoid. Kelenjar limfe yang tersebar diseluruh tubuh menyingkirkan benda asing dari sistem limfe sebelum benda asing tersebut memasuki aliran darah dan juga berfungsi sebagai pusat poliferasi sel imun. Lien yang tersusun dari pulpa rubra dan alba bekerja sebagai jaringan. Pulpa rubra merupakan lokasi tempat sel-sel darah merah yang tua dan mengalami cedera dihancurkan. Pulpa alba mengandung kumpulan limfosit. Limfosit lainnya, seperti tonsil dan adenoid serta jaringan limfatik mukoid, mempetahankan tubuh terhadap serangan mikroorganisme.
Imunitas
mengacu pada respon protektif tubuh yang spesifik terhadap benda asing
atau mikroorganisme yang menginvasinya. Kelainan pada sistem imun dapat
berasal dari kelebihan atau kekurangan sel-sel imunokompeten,
serangan imunoligik terhadap antigen sendiri, atau respon yang yang
tidaktepat atau yang berlebihan terhadap antigen spesifi. Kelainan yang
berhubungan dengan autoimunitas adalah penyakit dimana respon imun
protektif yang normal secara paradoksal berbalik melawan atau menyerang tubuh sendiri sehingga terjadi kerusakan jaringan.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Imunitas
Sistem imun membentuk sistem pertahanan badan terhadap bahan asing seperti mikroorganisma (bakteria, kulat, protozoa, virus dan parasit),
molekul-molekul berpotensi toksik, atau sel-sel tidak normal (sel
terinfeksi virus atau malignan). Sistem ini menyerang bahan asing atau
antigen dan juga mewujudkan peringatan tentang kejadian tersebut supaya
pendedahan yang berkali-kali terhadap bahan yang sama akan mencetuskan
gerak balas yang lebih cepat dan tertingkat. Keimunan merujuk kepada
keupayaan sesuatu individu yang telah sembuh dari sesuatu penyakit untuk
kekal sihat apabila terdedah kepada penyakit yang sama untuk kali kedua
dan seterusnya.
Imunitas
atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam
pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari
infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan
zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem
ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat
menginfeksi organisme. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Imunitas)
Suatu ciri sistem imun ialah keupayaan untuk membedakan bahan-bahan yang wujud secara semula jadi atau normal (diri) dari bahan-bahan atau agen-agen yang masuk ke dalam tubuh dari luar (bukan diri)
dan menghasilkan gerak balas terhadap bahan bukan diri saja.
Ketidakwujudan khusus suatu gerak balas terhadap diri dikenali sebagai toleransi. Pentingnya keupayaan untuk membedakan (mendiskriminasi) antara diri dan bukan diri, serta toleransi diri, ditunjukkan dalam penyakit-penyakit autoimun,
apabila fungsi-fungsi tersebut gagal. Penyakit-penyakit ini berhasil
apabila bahan normal tubuh dicam sebagai asing dan gerak balas imun
dihasilkan terhadap bahan-bahan tersebut. Walau bagaimananpun, sistem
imun lazimnya amat berkesan membezakan antara diri dan bukan diri.
B. Fungsi Sistem Imun
Sistem
imun adalah perlu untuk kemandirian karena ia membekalkan keupayaan
untuk sembuh dari penyakit serta keimunan yang melindungi untuk masa
yang lama. Dalam keadaan biasa apabila sistem imun terdedah kepada
organisma asing ia bertindak-balas dengan menghasilkan antibody dan rangsangan limfosit spesifik-antigen, adapun peran dari antibody yaitu:
1. Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia.
2. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok prajurit pejuang dalam sistem kekebalan.
3. Antibodi akan menghancurkan musuh-musuh penyerbu. Antibodi mempunyai dua fungsi,
pertama untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen.
Fungsi kedua adalah membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu
menghancurkannya.,yang membawa kepada pemusnahan mikroorganisma dan peneutralan produk-produk toksik (toksin).
Suatu
fungsi penting sistem imun ialah mengawasi sel-sel tubuh supaya ia
tidak abnormal. Sel-sel terinfeksi virus, sel-sel malignan atau sel-sel
individu lain dari spesies yang sama, mempunyai penanda- penanda protein
pada permukaan luar yang memberi isyarat kepada sistem imun supaya
memusnahkannya. Protein-protein ini tergolong dalam sistem yang
dipanggil kompleks kehistoserasian utama (Major histocompatibility complex; MHC).
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Sistem Imun
Seperti
halnya system tubuh yang lain, sistem imun akan berfungsi pada taraf
yang dikehendaki menurut fungsi sistem tubuh yang lain, factor-faktor
yang ada hubungannya sebagai berikut:
a. Usia
Frekuensi
dan intensitas infeksi akan meningkat pada orang yang berusia lanjut
dan peningkatan ini disebabkan oleh penurunan untuk bereaksi secara
memadai terhadap mikroorganisme yang menginveksinya. Produksi dan fungsi
limfosit Tdan B dapat terganggu kemungkinan penyabab lain adalah akibat
penurunan antibody untuk membedakan diri sendiri dan bukan diri sendiri
Penurunan
fungsi system organ yang berkaita dengan pertambahan usia juga turut
menimbulkan gangguan imunitas. Penurunan sekresi serta motilitas lambung
memungkinkan flora normal intestinal untuk berploriferasi dan
menimbulkan infeksi sehingga terjadfi gastroenteritis dan diare.
b. Jender
Kemampuan
hormone-hormon seks untuk memodulasi imunitas telah diketahui dengan
baik. Ada bukti yang menunjukan bahwa esterogen memodulasi aktifitas
limfosit T (khususnya sel-sel supresor) sementara androgen berfungsi
untuk mempertahankan produksi interleukin dan aktifitas sel supresor.
Efek hormon seks tidak begitu menonjol, esterogen akan memgaktifkan
populasi sel B yang berkaitan dengan autoimun yang mengekspresikan
marker CD5 (marker antigenic pada sel B). Esterogen cenderung
menggalakkan imunitas sementara androgen bersifat imunosupresif. Umumnya
penyakit autoimun lebih sering ditemui pada wanita ketimbang pad pria.
c. Nutrisi
Nutrisi
yang adekuat sangat esensial untuk mencapai fungsi imun yang optimal.
Gangguan imun dikarenakan oleh defisiensi protein kalori dapat terjadi
akibat kekurangan vitamin yang diperlukan untuk mensintesis DNA dan
protein. Vitamin juga membantu dalam pengaturan poliferasi sel dan
maturasi sel-sel imun. Kelebihan atau kekurangan unsur-unsur renik
(tembaga, besi, mangan, selenium atau zink) dalam makanan umumnya akan
mensupresi fungsi imun Asam-asam lemam merupakan unsure pembangun
(building blocks) yang membentuk komponen structural membrane sel. Lipid
merupakan precursor vitamin A,D,E, dan K disamping prekursir
kolesterol. Bak kelebihan maupun kekurangan asam lemak ternyata akan
mensupresi fungsi imun.
Deplesi
simpanan protein tubuh akan mengakibatkan atrofi jaringan limfoid,
depresi respon anti body, penurunan jumlah sel T yang beredar dan
gangguan fungsi fagositosik sebagai akibatnya, kerentanan terhadap
infeksi sangat meningkat. Selama periode infeksi dan sakit yang serius,
terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi yang potensialuntuk menimbulkan
deplesi protein, asam lemak, vitamin, serta unsure – unsure renik dan
bahkan menyebabkan resiko terganggunya respon imun serta terjadinya
sepsis yang lebih besar.
d. Factor – Factor Psikoneuro Imunologik.
Limfosit
dan makrofag memiliki reseptor yang dapat bereaksi terhadap
neurotransmitter serta hormone – hormone endokrin. Limfosit dapat
memproduksi dan mengsekresikan ACTH serta senyawa – senyawa yang mirip
endofrin. Neuron dalam otak, khususnya khusunya dalam hipotalamus, dapat
mengenali prostaglandin, interferon dan interleukin di samping
histamine dan serotininyang dilepaskan selama proses inflamasi.
Sebagaimana sisitem biologic lainnya yang berfungsi untuk kepentingan
homoestasis, system imun di integrasikan dengan berbagai proses
psikofisiologic lainnya dan diatur serta dimodulasikan oleh otak.
Di
lain pihak, proses imun ternyata dapat mempengaruhi fungsi neural dan
endokrin termasuk prilaku. Jadi, interaksi sitem saraf dan system imun
tampaknya bersifat dua arah.
e. Kelainan organ yang lain
Keadaan
seperti luka bakar atau cedera lain, infeksi dan kanker dapat turut
mengubah fungsi system imun. Luka bakar yang luas atau factor – factor
lainnya menyebabkan gangguan integritas kulit dan akan mengganggu garis
pertama pertahanan tubuh ilangnya serum dalam jumlah yang besar pada
luka bakar akan menimbulkan deplesi protein tubuh yang esensial, trmasuk
immunoglobulin. Stresor fisiologi dan psilkologik yang disertai dengan
stress karena pembedahan atau cidera kan menstimulasi pelepasan kortisol
saerum juga turut menyebabkan supresi respon imun yang normal.
Keadaan sakit yang kronis dapat
turut mengganggu system imun melalui sejumlah cara. Kegagalan ginjal
berkaitan dengan defisiensi limfosit yang beredar. Fungsi imun untuk
pertahanan tubuh dapat berubah karena asidosis dan toksin uremik.
Peningkatan insidensi infeksi pada diabetes uga berkaitan dengan
isufisiensi vaskuler, neuropati dan pengendalian kadar glukosa darah
yang buruk. Infeksi saluran nafas yang rekuren berkaitan dengan penyakit
paru obstruksi menahun sebagai akibat dari berubahnya fungsi inspirasi
dan ekspirasi dan tidak efektifnya pembersihan saluran nafas.
f. Penyakit kanker
Imunosekresi
turut menyebabkan terjadinya penyakit kanker. Namun, penyakit kanker
sendiri bersifat imunosupresif. Tumor yang besar dapat melepaskan
antigen ke dalam darah, antigen ini akan mengikat antibody yang beredar
dan mencegah antibody tersebut agar tidak menyerang sel – sel tumor. Lebih
lanjut, sel – sel tumor dapat memiliki factor penghambat yang khusus
yang menyalut sel –sel tumor dan mencegah pengahancurannya oleh limposit
T killer. Dalam stadium awal pertumbuhan tumor, tubuh tidak mampu
mengenali antigen tumor sebagai unsure yang asing dan selanjutnya tidak
mampu memulai distruksi sel – sel yang maligna tersebut.kanker darah
seperti leukemia dan limpoma berkaitan dengan berubahnya produksi serta
fungsi sel darah putih dan limposit.
g. Obat-obatan
Obat-obatan
tertentu dapat menyebabkan perubahan yang dikehendaki maupun yang tidak
dikehendaki pada fungsi system imun. Ada empat klasifikasi obat utama
yang memiliki potensi untuk menyebabkan imunosupresi: antibiotic,
kortikostreoid, obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID; Nonsteroidal
anti inflamatori drugs) dan preparat sitotoksik. Penggunaan preparat
ini bagi keperluan terapeutik memerlukan upaya untuk mencari
kesinambungan yang sangat tipis antara manfaat terapi dan supresi system
pertahanan tubuh resipien yang berbahaya.
h. Radiasi
Terapi
radiasi dapat digunakan dalam pengobatan penyakit kanker atau
pencegahan rejeksi allograft. Radiasi akan menghancurkan limposit dan
menurunkan populasi sel yang diperlukan untuk menggantikannya. Ukuran
atau luas daerah yang akan disinari menetukan taraf imunosupresi.
Radiasi seluruh tubuh dan dapat mengakibatkan imunosupresi total pada
orang yang menerimannya.
i. Genetic
Interaksi
antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik.
Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik,
cukup, dan rendah terhadap antigen tertentu.
Ia
dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi
terhadap antigen lain tinggi sehingga mungkin ditemukan keberhasilan
vaksinasi yang tidak 100%. Faktor genetik dalam respons imun dapat
berperan melalui gen yang berada pada kompleks MHC dengan non MHC.
1. Gen kompleks MHC
Gen
kompleks MHC berperan dalam presentasi antigen. Sel Tc akan mengenal
antigen yang berasosiasi dengan molekul MHC kelas I, dan sel Td serta
sel Th akan mengenal antigen yang berasosiasi dengan molekul MHC kelas
II. Jadi respons sel T diawasi secara genetik sehingga dapat dimengerti
bahwa akan terdapat potensi variasi respons imun. Secara klinis terlihat
juga bahwa penyakit tertentu terdapat lebih sering pada HLA tertentu,
seperti spondilitis ankilosing terdapat pada individu dengan HLA-B27.
2. Gen non MHC
Secara
klinis kita melihat adanya defisiensi imun yang berkaitan dengan gen
tertentu, misalnya agamaglobulinemia tipe Bruton yang terangkai dengan
kromosom X yang hanya terdapat pada anak laki-laki. Demikian pula
penyakit alergi yaitu penyakit yang menunjukkan perbedaan respons imun
terhadap antigen tertentu merupakan penyakit yang diturunkan.
Faktor-faktor ini menyokong adanya peran genetik dalam respons imun,
namun mekanisme yang sebenarnya belum diketahui.
j. Kehamilan
Salah
satunya yaitu Infeksi : beberap infeksi yang terjadi secara kebetulan
selama kehamilan dapat menyebabkan cacat sejak lahir. Campak jerman
(rubella) bisa menyebabkan cacat sejak lahir, terutama sekali pada
jantung dan bagian dalam mata. Infeksi cytomegalovirus bisa melewati
plasenta dan merusak hati dan otak janin. Infeksi virus lainnya yang
bisa membahayakan janin atau menyebabkan kerusakan kelahiran termasuk
herpes simplex, dan cacar air (varicella). Toksoplasma, infeksi
protozoa, bisa menyebabkan keguguran, kematian janin, dan cacat sejak
lahir serius. Listeriosis, infeksi bakteri, juga bisa membahayakan
janin. Infeksi bakteri pada vagina (seperti bakteri vaginosis) selama
kehamilan bisa menyebabkan persalinan sebelum waktunya atau membran yang
berisi janin gugur sebelum waktunya. Pengobatan pada infeksi dengan
antibiotik bisa mengurangi kemungkinan masalah-masalah ini.
D. Jenis-Jenis Imunitas
Ada dua tipe imunitas, yaitu:
a. Imunitas Alami (Natural)
Merupakan
kekebalan nonspesifik yang ditemukan pada saat lahir, imunitas alami
akan memberikan respon nonspesifik terhadap setiap benda asing tanpa
memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar mekanisme tersebut
pertahanan alami semata-mata berupa kemampuan untuk membedakan antar sahabat dan musuh.
b. Imunitas yang didapat
Imuitas yang didapat (aqquired imunity)
terdiri atas respon imun yang tidak didapat pada saat lahir tetapi akan
diperoleh kemudian dalam hidup seseorang. Imunitas didapat setelah
seseorang terjangkit suatu penyakit atau mendapat imunisasiyang
menghasilkan respon imun yang bersifat protektif.
c. Stadium Respon Imun
Ada empat stadium yang batasnya jelas dalam suatu respon imun, yaitu:
1) Stadium Pengenalan
Dasar
setiap reaksi imun adalah pengenalan (recognition) yang merupakan tahap
yang paling pertama. Tahap atau stadium ini merupakan kemampuan dari
sistem imunitas untuk mengenali antigen sebagai unsur yang asing
atau bukan bagian dari dirinya sendiri dan dengan demikian merupakan
kejadian pendahulu dalam setiap reaksi imun.Tubuh harus mengenali
penyerang nya sebagai unsure asing sebelum bereaksi terhadap penyrang
tersebut.
2) Stadium Proliferasi
Limfosit
yang beredar dan mengandung pesan antigenic akan kembali ke nodus
limfikatikus terdekat. Begitu berada dalam nodus limfatikus, limfosit
yang sudah disentisasi akan menstimulasi sebagian limfotik nonaktif
(dormant) yang menghuni nodus tersebut untuk membesar, membelah diri,
mengadakan poliferasi dan berdiferensiasi menjadi limfosit T atau B.
Pembesaran nodus limfatikus dalam leher yang menyertai sakit leher
merupakan salah satu contoh dari respon imun.
3) Stadium Respon
Dalam
stadium respon, limfosit yang sudah berubah akan berfungsi dengan cara
humoral atau seluler.Respon humoral inisial, produksi antibody oleh
limfosit B sebagai reaksi terhadap suatu antigen spesifik akan memulai
respon humoral .Humoral mengacu kepada kenyataan bahwa antibody dilepas
ke dalam aliran darah dan dengan demikian akan berdiam di dalam p;asma
atau fraksi darah berupa cairan.
Respon
seluler inisial, limfosit yang sudah disensitisasi dan kembali ke nodus
limfatikus (yang bukan daerah yang mengandung limfosit yang sudah
deprogram untuk menjadi sel-sel plasma) tempat sel-sel tersebut untuk
menstimulasi limfotik yang berada dalam nodus ini menjadi sel-sel yang
akan menyerang langsung mikroba dan bukan menyerangnya lewat kerja antibody.
4) Stadium Efektor
Dalam
stadium ini , antibody dari respon humoral atau sel T sitotoksik dari
respon seluler akan menjangkau antigen dan terangkai dengan antigen
tersebut pada permukaan objek yang asing. Perangkaian ini memulai suatu
seri kejadian yang pada sebagian besar kasus akan mengakibatkan
penghancuran mikroba yang menginvasi tubuh atau menetralisis toksin
secara total. Kejadian tersebut meliputi interaksi antibody (imunitas humoral), komplemen dan kerja sel-sel T sitotoksik (imunitas seluler)
E. Antibody dan Penghasilannya
Antibodi
merupakan molekul-molekul dalam plasma yang berfungsi mengcam dan
bergabung dengan antigen asing. Antibodi tergolong ke dalam kumpulan
protein yang dipanggil imunoglobulin (Ig). Terdapat lima kelas imunoglobulin berdasarkan perbedaan struktur, yaitu IgG, IgM, IgA, IgD dan IgE. Antibodi
membanteras infeksi melalui berbagai cara. Organisma ataupun
toksin-toksin yang dihasilkan boleh dineutralkan oleh antibodi yang
menghalang bahan-bahan tersebut dari bergabung kepada sel. Antibodi juga
membantu sel-sel fagosit (makrofaj, neutrofil) menelan bakteria atau
menyebabkan lisis organisma dan sel terinfeksi. Ini terhasil dari
kerjasama antibodi dengan pelengkap atau sel NK.
IgG
merupakan antibodi yang paling banyak, terdapat terutamanya dalam
serum, serta cecair dalam badan. IgG adalah benteng pertahanan penting
terhadap bakteria, virus atau kulat yang telah memasukki badan. Dalam
manusia, IgG merupakan satu-satunya imunoglobulin yang boleh melintas
plasenta, oleh itu penting untuk pertahanan bayi baru lahir terhadap
infeksi bakteria dan virus.
IgM ialah
imunoglobulin berukuran paling besar dan terdiri dari lima unit yang
digabungkan. IgM ialah kelas antibodi yang dihasilkan paling awal dalam
gerak balas primer dan ia merupakan pengaktif sistem pelengkap yang
efisyen. Sistem pelengkap terdiri dari satu set protein plasma
yang apabila diaktifkan dalam urutan yang betul membentuk laluan
(lobang) pada membran sel sasaran dan membawa kepada kematian sel. IgM
dan pelengkap amat efisyen memusnahkan bakteria Gram negatif atau
parasit protozoa yang telah memasukki saluran darah. Pelengkap juga
menyebabkan gerak balas keradangan apabila diaktifkan.
IgA
merupakan benteng terhadap organisma patogen dalam usus, saluran
pernafasan dan saluran urogenital. Sel B penghasil antibodi yang
terdapat di kawasan-kawasan ini menghasilkan molekul IgA dimer, yang
diangkut melintasi selaput epitelium dan dirembeskan pada permukaan
mukosa. IgA rembesan menghalang pergabungan bakteria dan virus kepada
epitelium, dan oleh yang demikian mencegah penyakit setempat atau
patogen dari merebak ke bahagian tubuh yang lain. Keseluruhannya, IgA
adalah antibodi yang banyak di dalam tubuh.
IgE boleh mencetuskan tindak balas alergi cepat seperti asma (lelah). Antibodi ini bergabung dengan permukaan sel-sel mast yang terdapat berhampiran saluran darah. Sel-sel ini mengandungi granul-granul yang terdiri dari histamina
dan bahantara keradangan lain dan bahan-bahan ini dibebaskan dengan
cepat apabila partikel-partikel seperti debunga atau bulu haiwan
bergabung dengan molekul IgE yang tergabung pada permukaan sel mast.
Histamina dan bahan-bahan lain yang dibebaskan oleh sel mast menyebabkan
gejala-gejala yang dikaitkan dengan tindak balas alergi.
IgD
beroperasi bersama IgM sebagai reseptor untuk antigen pada permukaan
sel amat sedikit IgD dirembeskan. Input dari sel T penolong lazimnya
diperlukan untuk sel B berkembang menjadi sel plasma penghasil antibodi.
Sel T penolong menghasilkan protein-protein larut, atau sitokina, yang dipanggil interleukin (IL)
4, 5 dan 6 yang menyebabkan sel B membahagi dan membeza selepas
bergabung dengan antigen. Keperluan sel T penolong menerangkan mengapa
penghasilan antibodi berkurangan dalam penyakit AIDS, di mana sel T
penolong dimusnahkan oleh infeksi HIV.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam
asuhan keperawatan ini penulis akan membahas dari pengkajian diagnose,
dan rencana tindakan / imlementasi yang dapat timbul dari penyakit
gangguan imunologi tentang SLE (Sistemisc lupus erythematosus)
- Pengertian
SLE
(Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut
dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh
terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.
- Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan
autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia
reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat
senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi
autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang
abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan
jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya
serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
- Manifestasi Klinis
a. System muskuloskletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
b. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
c. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
d. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
e. Sistem vaskuler
Inflamasi
pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous
dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor
lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
f. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
g. Sistem saraf
Spektrum
gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk
penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
- Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis
SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta
penurunan berat badan dan kemungkinan pula artritis, peuritis dan
perikarditis. Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat,
trombositopenia, leukositosis atau leukopenia dan antibodi antinukleus
yang positif. Tes imunologi diagnostic lainnya mendukung tapi tidak
memastikan diagnosis.
- Penatalaksanaan Medis
a. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
b. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
c. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
- Pengkajian
a. Anamnesa
Anamnesis
riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah,
lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut
terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
b. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
c. Kardiovaskuler
Friction
rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi
eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
d. System musculoskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
e. System integument
Lesi
akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa
pipi atau palatum durum.
f. System pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
g. System vaskuler
Inflamasi
pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous
dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor
lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
h. System renal
Edema dan hematuria.
i. System saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
- Diagnose keperawatan dan intervensi
- Nyeri b.d inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup
sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
a. Laksanakan
sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (komprespanas /dingin;
masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga,
bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)
b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri.
d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya.
e. Jelaskan
patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa
nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti
manfaatnya.
f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.
- Keletihan b.d peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan
Intervensi :
a. Laksanakan
sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres panas /dingin;
masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga,
bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)
b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri.
d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya.
e. Jelaskan
patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa
nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti
manfaatnya.
f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.
- Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan
otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.
Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang optimal.
Intervensi :
a. Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam mobilitas.
b. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi
1) Menekankan kisaran gherak pada sendi yang sakit
2) Meningkatkan pemakaian alat bantu
3) Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman
4) Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat
c. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.
d. Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.
1) Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas
2) Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan aktivitas.
3) Menguatkan kembali prinsip perlindungan sendi
- Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta psikologik yang ditimbulkan penyakit.
Intervensi :
a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan penanganannya.
b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
1) Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.
2) Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.
3) Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks imun.
Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.
Intervensi :
a. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi
b. Hilangkan kelembaban dari kulit
c. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera termal akibat
d. penggunaan kompres hangat yang terlalu panas.
e. Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
BAB IV
PENUTUP
- Saran
Mengingat
begitu kompleksnya masalah yang ditemukan akibat dari penyakit system
imun , maka diharapkan kepada seluruh pihak-pihak medis terkait dapat
memperhatikan kondisi atau gejala-gejala dari penyakit ini serta dapat
segera melakukan pembangunan yang tepat dalam memberikan terapi dan
pengobatan yang bagi pasien yang terserang penyakit tersebut. Kepada
pihak rumah sakit diharapkan untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas
dari pelayanan kesehatan yang telah ada untuk memudahkan dalam
penanganan kasus tersebut.
- Kesimpulan
Sistem imun terbentuk dari sel-sel darah putih, sumsum tulang dan jaringan limfoid yang
mencakup kelenjar timus, kelenjar limfe, lien, tonsil serta adenoid.
Diantara sel-sel darah putih yang terlibat dalam imunitas terdapat
limfotik B (sel B) dan limfosit limfosit T (sel T). Kedua sel ini
berasal dari limfoblast yang dibuat dalam sumsum tulang. Limfosit B
mencapai maturitasnya dalam sumsum tulang dan kemudian memasuki
sirkulasi darah, limfosit T bergerak dari sumsum tulang ke kelenjar
timus tempat sel-sel tersebut mencapai maturitasnya menjadi beberapa
jenis sel yang dapat melaksanakan berbagai fungsi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson. 1994. Patofisiologi Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Sodeman. 1991. Patofisiologi Edisi 7 Jilid II. Jakarta: Hipokrates
Waspadji, Soeparman Sarwono. 1994. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Jakarta: FKUI
Brunner & Suddarth. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2.
Jakarta: EGC
Reevers, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: Salemba Medika
Leukimia and lymphoma society.lymphoma.2007.www.leukimia-lymphoma.org
0 Comments
Catatan:
EmojiUntuk menyisipkan kode, gunakan tag <i rel="pre">KODE ANDA DI SINI...</i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan tag <i rel="image">URL GAMBAR ANDA DI SINI...</i>
Untuk menyisipkan judul, gunakan tag <b rel="h3">JUDUL ANDA DI SINI...</b>
Untuk menyisipkan catatan, gunakan tag <b rel="quote">CATATAN ANDA DI SINI...</b>
Untuk menciptakan efek tebal gunakan tag <b>TEKS ANDA DI SINI...</b>
Untuk menciptakan efek huruf miring gunakan tag <i>TEKS ANDA DI SINI...</i>
Mohon Berkomentarlan dengan baik sesuai dengan tema / isi posting di atas
Serta tidak mengandung PORNO,SARA,KATA2 KASAR DAN JOROK
Terima kasih atas perhatianya :)