asuhan keperawatan kanker kolon
1.
DEFINISI
Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak aringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. Kanker dapat terlepas dari struktur primer dan menyebar ke bagian tubuh lain terutama hati.
Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak aringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. Kanker dapat terlepas dari struktur primer dan menyebar ke bagian tubuh lain terutama hati.
2.
ETIOLOGI
Walaupun penyebab kanker usus besar (seperti kanker lainnya) masih belum diketahui, namun dikenali beberapa faktor predisposisi. Ada beberapa faktor predisposisi timbulnya kanker kolon, yaitu:
Walaupun penyebab kanker usus besar (seperti kanker lainnya) masih belum diketahui, namun dikenali beberapa faktor predisposisi. Ada beberapa faktor predisposisi timbulnya kanker kolon, yaitu:
a.
Diet
Makanan yang banyak mengandung serat, mis: sayuran, akan menyebabkan waktu transit bolus di intestin akan berkurang, sehingga kontak zat yang potensial karsinogen pada mukosa lebih singkat, termasuk lemak dan protein hewani.
Makanan yang banyak mengandung serat, mis: sayuran, akan menyebabkan waktu transit bolus di intestin akan berkurang, sehingga kontak zat yang potensial karsinogen pada mukosa lebih singkat, termasuk lemak dan protein hewani.
b.
Kelainan di kolon
Misalnya adenoma di kolon yang terutama bentuk villi dapat mengalami degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma, familial polifosis dan kolitis ulserativa.
Misalnya adenoma di kolon yang terutama bentuk villi dapat mengalami degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma, familial polifosis dan kolitis ulserativa.
c.
Herediter
Hasil penelitian menunjukkan anak dari orang tua yang menderita karsinoma kolorektal mempunyai frekuensi 3½ kali lebih banyak daripada anak-anak yang orang tuanya sehat.
Hasil penelitian menunjukkan anak dari orang tua yang menderita karsinoma kolorektal mempunyai frekuensi 3½ kali lebih banyak daripada anak-anak yang orang tuanya sehat.
3.
PATOFISIOLOGI
Kira-kira 60% sampai dengan 70% karsinoma ini terjadi pada rektum, area rektosigmoid, atau kolonsigmoid. Tipe pertumbuhan tergantung pada area asal. Karsinoma di sisi kiri cenderung tumbuh mengitari usus, mengelilinginya dan menimbulkan massa bulk, polipoid, dan berjamur. Mayoritas kanker ini adalah adenokarsinoma. Tipe lain masuk menembus usus dan menyebabkan abses, peritonitis, invasi organ sekitarnya, atau perdarahan. Tumor-tumor ini cenderung tumbuh dengan lambat, dan tetap asimtomatik untuk periode waktu yang lama. Metastasis dapat terjadi pada hepar, paru-paru, tulang atau sistem limfatik.
Kira-kira 60% sampai dengan 70% karsinoma ini terjadi pada rektum, area rektosigmoid, atau kolonsigmoid. Tipe pertumbuhan tergantung pada area asal. Karsinoma di sisi kiri cenderung tumbuh mengitari usus, mengelilinginya dan menimbulkan massa bulk, polipoid, dan berjamur. Mayoritas kanker ini adalah adenokarsinoma. Tipe lain masuk menembus usus dan menyebabkan abses, peritonitis, invasi organ sekitarnya, atau perdarahan. Tumor-tumor ini cenderung tumbuh dengan lambat, dan tetap asimtomatik untuk periode waktu yang lama. Metastasis dapat terjadi pada hepar, paru-paru, tulang atau sistem limfatik.
4.
MANIFESTASI
KLINIK
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi.Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan, dan keletihan.
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi, dan distensi) serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
5.
KOMPLIKASI
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan/atau sepsis dapat menimbulkan syok.
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan/atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pemeriksaan khusus yang lain adalah:
Pemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pemeriksaan khusus yang lain adalah:
a.
Proktosigmoidoskopi,
dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus besar.
Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon dibagian
proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.
b.
Kolonoskopi, diperiksa
dengan alat yang sekaligus dapat digunakan untuk biopsi tumor.
c.
Sitoskopi,
indikasinya adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang mencurigai invasi
keganasan ke kandung kencing. Hal ini sering terjadi.
7.
PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma kolon adalah reseksi lesi dan kelenjar regional (en bloc). Kemoterapi diberikan sebagai anjuran terapi.
- Pada kolon kanan dilakukan hemikolektomi kanan.
- Pada kolon kiri dilakukan hemikolektomi kiri.
- Pada kolon transversum dilakukan transvesektomi.
- Pada kolon sigmoid dilakukan sigmoidektomi.
Terapi karsinoma kolon adalah reseksi lesi dan kelenjar regional (en bloc). Kemoterapi diberikan sebagai anjuran terapi.
- Pada kolon kanan dilakukan hemikolektomi kanan.
- Pada kolon kiri dilakukan hemikolektomi kiri.
- Pada kolon transversum dilakukan transvesektomi.
- Pada kolon sigmoid dilakukan sigmoidektomi.
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a.
Kaji riwayat
kesehatan, mendapatkan informasi tentang perasaan lelah, adanya nyeri abdomen
atau rectal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi, hubungan dengan makanan
atau defekasi.
b.Kaji pola eliminasi terdahulu dan saat ini, deskripsi tentang warna, bau, dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus.
b.Kaji pola eliminasi terdahulu dan saat ini, deskripsi tentang warna, bau, dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus.
b.
Kaji riwayat masa
lalu tentang penyakit usus inflamasi kronis atau polip rektal, riwayat keluarga
dan terapi obat saat ini.
c.
Kaji kebiasaan
diet, identifikasi mencakup unsur lemak atau serat serta jumlah konsumsi
alkohol dan riwayat penurunan berat badan.
d.
Pengkajian
mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan palpasi abdomen untuk area
nyeri tekan, distensi dan massa padat, spesimen feses diinspeksi terhadap
karakter dan adanya darah.
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Konstipasi b/d lesi obstruktif.
2. Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual dan muntah.
4. Risiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi.
5. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatannya.
1. Konstipasi b/d lesi obstruktif.
2. Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual dan muntah.
4. Risiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi.
5. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatannya.
3.
INTERVENSI
1. Konstipasi b/d lesi obstruktif.
Tujuan : Pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketetapan jumlah dan konsistensi.
Intervensi :
1) Selidiki pelambatan awitan atau tak adanya keluaran. Auskultasi bising usus.
R/ Ileus paralitik pasca operasi biasanya membaik dalam 48-72 jam. Pelambatan dapat menandakan ileus atau obstruksi statis menutup.
2) Tinjau ulang pola diet dan jumlah atau tipe masukan cairan.
R/ Masukan adekuat dari serat dan makanan kasar memberikan bulk, dan cairan atau faktor penting dalam menentukan konsistensi feses.
3) Libatkan pasien dalam perawatan secara bertahap.
R/ Rehabilitasi dapat dipermudah dengan mendorong pasien mandiri.
4) Berikan unit TENS bila diindikasikan.
R/ Stimulasi listrik telah digunakan pada beberapa pasien untuk merangsang peristaltik.
2. Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 1-10).
R/ Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesik.
2) Yakinkan pasien bahwa perubahan posisi tidak akan mencederai stroma.
R/ Menurunkan ketegangan otot, menaikkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3) Bantu penggunaan teknik relaksasi.
R/ Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
4) Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak dan dorong ambulasi dini, hindari duduk lama.
R/ Menurunkan kekakuan otot/sendi. Ambulasi mengembalikan organ ke posisi normal dan meningkatkan kembali fungsi ke tingkat normal. Ambulasi dan perubahan posisi menurunkan tekanan perianal.
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (narkotik, analgesik).
R/ Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan, khususnya setelah pemberian AP.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual dan muntah.
Tujuan : Mempertahankan berat badan atau menunjukkan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi.
R/ Mengidentifikasi kekurangan atau kebutuhan untuk membantu memilih intervensi.
2) Auskultasi bising usus.
R/ Kembalinya fungsi usus menunjukkan kesiapan untuk memulai makan lagi.
3) Mulai makan dengan makanan cairan perlahan.
R/ Menurunkan insiden kram abdomen, mual.
4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan penggunaan yogurth dan mentega.
R/ Membantu menurunkan pembentukan bau.
5) Kolaborasi perencanaan diet yang sesuai.
R/ Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan dan perencanaan dan fungsi usus.
6) Kolaborasi pemberian makanan parenteral bila diindikasikan.
R/ Tidak toleran pada pemasukan peroral, hiperalimentasi digunakan untuk menambah kebutuhan komponen pada penyembuhan dan mencegah status katabolisme.
4. Risiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi.
Tujuan : Mempertahankan hidrasi adekuat, dengan membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik, tanda vital stabil.
Intervensi :
1) Awasi masukan dan haluaran dengan cermat, timbang BB tiap hari.
R/ Memberikan indikator langsung keseimbangan cairan.
2) Observasi tanda vital, catat hipotensi postural, takikardia, evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membran mukosa.
R/ Menunjukkan status hidrasi/kemungkinan kebutuhan untuk peningkatan penggantian cairan.
3) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (Ht dan elektrolit).
R/ Mendeteksi homeostasis atau ketidakseimbangan dan membantu menentukan kebutuhan penggantian
5. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatannya.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan.
Intervensi :
1) Instruksikan pasien/orang terdekat dalam perawatan stroma.
R/ Meningkatkan penatalaksanaan positif dan menurunkan risiko ketidaktepatan perawatan.
2) Anjurkan peningkatan masukan cairan.
R/ Kehilangan fungsi normal kolon untuk cadangan air dan elektrolit dapat menimbulkan dehidrasi dan konstipasi.
3) Diskusikan kemungkinan kebutuhan untuk menurunkan masukan garam.
R/ Garam dapat meningkatkan haluaran ileal, potensial risiko dehidrasi dan meningkatkan frekuensi kebutuhan/ ketidaknyamanan pasien.
4) Tekankan pentingnya mengunyah makanan dengan baik, masukan cairan adekuat dan makanan tinggi serat dan hindari selulosa.
R/ Menurunkan risiko obstruksi usus.
5) Diskusikan tentang melakukan aktivitas seperti sebelum pembedahan.
R/ Menikmati aktivitas seperti sebelumnya dan pada beberapa kasus meningkatkan tingkat aktivitas.
6) Konsulkan pasien mengenai penggunaan obat-obatan dan masalah berkenaan dengan pengobatan fungsi usus.
R/ Beberapa obat-obatan yang oleh pasien direspon berbeda, meliputi laksatif, salisilat, antibiotik, dan diuretik.
1. Konstipasi b/d lesi obstruktif.
Tujuan : Pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketetapan jumlah dan konsistensi.
Intervensi :
1) Selidiki pelambatan awitan atau tak adanya keluaran. Auskultasi bising usus.
R/ Ileus paralitik pasca operasi biasanya membaik dalam 48-72 jam. Pelambatan dapat menandakan ileus atau obstruksi statis menutup.
2) Tinjau ulang pola diet dan jumlah atau tipe masukan cairan.
R/ Masukan adekuat dari serat dan makanan kasar memberikan bulk, dan cairan atau faktor penting dalam menentukan konsistensi feses.
3) Libatkan pasien dalam perawatan secara bertahap.
R/ Rehabilitasi dapat dipermudah dengan mendorong pasien mandiri.
4) Berikan unit TENS bila diindikasikan.
R/ Stimulasi listrik telah digunakan pada beberapa pasien untuk merangsang peristaltik.
2. Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 1-10).
R/ Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesik.
2) Yakinkan pasien bahwa perubahan posisi tidak akan mencederai stroma.
R/ Menurunkan ketegangan otot, menaikkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3) Bantu penggunaan teknik relaksasi.
R/ Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
4) Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak dan dorong ambulasi dini, hindari duduk lama.
R/ Menurunkan kekakuan otot/sendi. Ambulasi mengembalikan organ ke posisi normal dan meningkatkan kembali fungsi ke tingkat normal. Ambulasi dan perubahan posisi menurunkan tekanan perianal.
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (narkotik, analgesik).
R/ Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan, khususnya setelah pemberian AP.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual dan muntah.
Tujuan : Mempertahankan berat badan atau menunjukkan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi.
R/ Mengidentifikasi kekurangan atau kebutuhan untuk membantu memilih intervensi.
2) Auskultasi bising usus.
R/ Kembalinya fungsi usus menunjukkan kesiapan untuk memulai makan lagi.
3) Mulai makan dengan makanan cairan perlahan.
R/ Menurunkan insiden kram abdomen, mual.
4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan penggunaan yogurth dan mentega.
R/ Membantu menurunkan pembentukan bau.
5) Kolaborasi perencanaan diet yang sesuai.
R/ Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan dan perencanaan dan fungsi usus.
6) Kolaborasi pemberian makanan parenteral bila diindikasikan.
R/ Tidak toleran pada pemasukan peroral, hiperalimentasi digunakan untuk menambah kebutuhan komponen pada penyembuhan dan mencegah status katabolisme.
4. Risiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi.
Tujuan : Mempertahankan hidrasi adekuat, dengan membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik, tanda vital stabil.
Intervensi :
1) Awasi masukan dan haluaran dengan cermat, timbang BB tiap hari.
R/ Memberikan indikator langsung keseimbangan cairan.
2) Observasi tanda vital, catat hipotensi postural, takikardia, evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membran mukosa.
R/ Menunjukkan status hidrasi/kemungkinan kebutuhan untuk peningkatan penggantian cairan.
3) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (Ht dan elektrolit).
R/ Mendeteksi homeostasis atau ketidakseimbangan dan membantu menentukan kebutuhan penggantian
5. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatannya.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan.
Intervensi :
1) Instruksikan pasien/orang terdekat dalam perawatan stroma.
R/ Meningkatkan penatalaksanaan positif dan menurunkan risiko ketidaktepatan perawatan.
2) Anjurkan peningkatan masukan cairan.
R/ Kehilangan fungsi normal kolon untuk cadangan air dan elektrolit dapat menimbulkan dehidrasi dan konstipasi.
3) Diskusikan kemungkinan kebutuhan untuk menurunkan masukan garam.
R/ Garam dapat meningkatkan haluaran ileal, potensial risiko dehidrasi dan meningkatkan frekuensi kebutuhan/ ketidaknyamanan pasien.
4) Tekankan pentingnya mengunyah makanan dengan baik, masukan cairan adekuat dan makanan tinggi serat dan hindari selulosa.
R/ Menurunkan risiko obstruksi usus.
5) Diskusikan tentang melakukan aktivitas seperti sebelum pembedahan.
R/ Menikmati aktivitas seperti sebelumnya dan pada beberapa kasus meningkatkan tingkat aktivitas.
6) Konsulkan pasien mengenai penggunaan obat-obatan dan masalah berkenaan dengan pengobatan fungsi usus.
R/ Beberapa obat-obatan yang oleh pasien direspon berbeda, meliputi laksatif, salisilat, antibiotik, dan diuretik.
4.
EVALUASI
1. Pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketetapan jumlah dan konsistensi.
2. Nyeri hilang atau terkontrol.
3. Mempertahankan berat badan atau menunjukkan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
4. Hidrasi adekuat, dengan membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik, tanda vital stabil.
5. Memahami tentang kondisi dan pengobatan.
1. Pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketetapan jumlah dan konsistensi.
2. Nyeri hilang atau terkontrol.
3. Mempertahankan berat badan atau menunjukkan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
4. Hidrasi adekuat, dengan membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik, tanda vital stabil.
5. Memahami tentang kondisi dan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ester, Monica. 2001. Keperawatan Medikal Bedah: Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta.
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ester, Monica. 2001. Keperawatan Medikal Bedah: Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta.
0 Comments
Catatan:
EmojiUntuk menyisipkan kode, gunakan tag <i rel="pre">KODE ANDA DI SINI...</i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan tag <i rel="image">URL GAMBAR ANDA DI SINI...</i>
Untuk menyisipkan judul, gunakan tag <b rel="h3">JUDUL ANDA DI SINI...</b>
Untuk menyisipkan catatan, gunakan tag <b rel="quote">CATATAN ANDA DI SINI...</b>
Untuk menciptakan efek tebal gunakan tag <b>TEKS ANDA DI SINI...</b>
Untuk menciptakan efek huruf miring gunakan tag <i>TEKS ANDA DI SINI...</i>
Mohon Berkomentarlan dengan baik sesuai dengan tema / isi posting di atas
Serta tidak mengandung PORNO,SARA,KATA2 KASAR DAN JOROK
Terima kasih atas perhatianya :)